Bandung (ANTARA) - Dendam, mungkin itu yang terlintas di benak para pemain dan manajemen tim Stapac Jakarta setelah mereka secara kontroversial menelan kekalahan dari Pelita Jaya Basketball dalam laga ketiga semifinal Liga Bola Basket Indonesia (IBL) 2017-2018 di GOR C'Tra Arena, Bandung, 8 April 2018.

Ketika itu, wasit Arnaz Anggoro mengambil keputusan kontroversial dan menolak melihat tayangan ulang atas insiden bola keluar lapangan di sisa waktu 11 detik masa tambahan (overtime). Insiden itu berawal dari umpan pemain Pelita Jaya Wayne Bradford yang menimbulkan kemelut di paint area sehingga bola keluar dari lapangan.

Arnaz memutuskan memberi penguasaan bola kepada Pelita Jaya kendati pihak Stapac memprotes keputusannya dan meminta sang pengadil melihat tayangan ulang. Benar saja, tayangan ulang memperlihatkan bola terkena kapten Pelita Jaya Ponsianus Nyoman Indrawan, dan keputusan Arnaz keliru.

Bola yang dikuasai Pelita Jaya kemudian berujung tembakan dua angka dari Xaverius Prawiro yang memastikan kemenangan timnya 77-76 atas Stapac, yang juga membuat Pelita Jaya melangkah ke final untuk menghadapi Satria Muda Pertamina Jakarta meski akhirnya mereka takluk dari lawannya itu.

Belakangan setelah kontroversi merebak pihak IBL mengambil langkah menjatuhkan sanksi bagi Arnaz atas kelalaiannya tersebut. Namun, nasi sudah menjadi bubur dan keputusan Arnaz tak lagi bisa diubah, demikian juga kenyataan bahwa Stapac batal lolos ke final untuk empat musim beruntun.

Hampir setahun berselang, C'Tra Arena kembali menjadi panggung dengan Stapac sebagai lakon utamanya. Entah itu untuk membalaskan "dendam" kegagalan semusim lalu, ataupun menuntaskan rindu mereka atas gelar juara yang juga telah empat tahun menjauh dari jangkauan tangan mereka.

Tim milik Irawan Haryono itu terakhir kali mencapai posisi tertinggi di kancah basket nasional pada 2014 silam, ketika menjuarai liga musim 2013/2014, saat liga masih bernama Liga Bola Basket Nasional (NBL) dan mereka sendiri masih mengusung nama Aspac.

Tentu saja, empat musim bukanlah waktu yang pendek untuk absen dari partai final bagi tim basket tersukses di kancah basket Indonesia sejak liga masih bernama Kompetisi Bola Basket Utama (Kobatama) dengan catatan 12 kali menyabet gelar juara.

Pada Sabtu (23/3) malam di C'Tra Arena, rindu Stapac menjadi juara liga basket Indonesia hanya tinggal selangkah lagi untuk dituntaskan sebab mereka telah memiliki keunggulan 1-0 atas Satria Muda usai menang 79-68 di markas lawan di GOR BritAma Arena, dua hari sebelumnya.

Pertandingan kedua partai final berlangsung cukup alot di dua kuarter pertama, kedua tim hanya bisa bermain imbang dengan skor seret 28-28. Meski tampil cukup agresif, Stapac hanya bisa menyarangkan 26 persen dari seluruh percobaan tembakan mereka, bahkan di kuarter kedua cuma mencetak sembilan poin tambahan saja.

Di kuarter ketiga, para pemain Stapac seperti pelari yang baru mendengar pistol penanda lomba lari dimulai. Mereka berlari cukup kencang mengamankan 28 poin tambahan sepanjang 10 menit untuk mengungguli Satria Muda 56-50.

Abraham Damar Grahita yang di dua kuarter pertama tak menyumbangkan satu poin pun untuk Stapac, sukses mengemas 10 poin di kuarter ketiga tersebut.

Rekannya, center asing Savon Goodman juga berhasil melesakkan tiga dari tiga percobaan tembakannya di kuarter ketiga itu dibandingkan hanya dua dari sembilan percobaan di dua kuarter sebelumnya.

Pendulum momentum kian berayun ke arah Stapac pada kuarter pamungkas. Abraham dkk tampil sangat tenang tetapi sembari sesekali memancing seisi tribun penonton C'Tra Arena untuk mengeluarkan suara gemuruh terkerasnya karena tangan mereka kian dekat untuk menjangkau trofi IBL 2018-2019.

Goodman sukses menyumbangkan 10 dari 18 poin tambahan Stapac di kuarter keempat. Kehadiran pemain Stapac sarat pengalaman seperti Isman Thoyib dan Fandi Andika Ramadhani juga sukses membatasi Satria Muda hanya bisa mencetak enam poin tambahan di kuarter pamungkas.

Ketika bel tanda laga usai berbunyi, papan skor memperlihatkan angka 74 untuk Stapac dan 56 bagi Satria Muda. Stapac meraih gelar juara ke-13 mereka dengan merajai IBL 2018-2019. Tuntas sudah rindu juara yang berusia lima tahun lamanya itu.


Lunas

Musim ini, Stapac memiliki nakhoda baru yakni Giedrius ZIbenas, seorang pelatih asal Lithuania. Zibenas merupakan nama baru di kancah basket Indonesia.

Pemilik sekaligus manajer Stapac, Irawan Haryono, mengaku pertama kali mengetahui Zibenas terlibat dalam sesi pemusatan latihan (TC) tim nasional putra Indonesia di Indonesia dalam rangkaian persiapan menuju SEA Games 2017.

"Pertama kali dibantu Suhadi, manajer timnas putra untuk SEA Games 2017. Saya bandingkan secara harga dia (Zibenas) kok enggak mahal ya," kata pria yang akrab disapa Kim Hong itu sesaat sebelum laga kedua final di C'Tra Arena, Sabtu (23/3).

Irawan lantas mengamati cara Zibenas mendampingi sesi latihan pemain dan berbagai perkara teknis yang membuatnya cukup yakin untuk bisa memutuskan memperkerjakannya dengan kontrak berdurasi satu tahun dan opsi perpanjangan satu tahun.

Disiplin adalah kesan Zibenas paling pertama yang memikat Irawan, selain juga gaya bermain khas Eropa Timur yang berpondasi pada permainan tim tanpa ada sosok yang dibintangkan, yang sudah lama ia idam-idamkan.

Mengamati sesi latihan Zibenas adalah sebuah pertunjukan dengan daftar tampil yang amat padat, tentunya disertai arahan bernada tinggi yang jika hanya sepintas anda dengar tak ubahnya rentetan kemarahan dan makian.

Dimarahi dan dimaki juga bahasa yang digunakan Abraham Damar Grahita untuk menggambarkan sesi latihan Stapac semenjak dipimpin oleh Zibenas.

Namun, usai memastikan gelar juara IBL 2018-109, Abraham mengakui bahwa itu sebuah harga yang sangat pantas untuk dibayarkan demi mengangkat trofi pertamanya sepanjang karier.

Abraham juga meyakini benar apa yang selalu disampaikan di sela-sela kemarahan dan makian yang dimuntahkan dari mulut sang pelatih.

"Memang ada harga yang harus dibayar. Coach setiap hari bilang, itu akan terbayar semuanya," kata Abraham seusai kemenangan di laga kedua final.

"Dan menurut gua, latihan kami selama ini, dimarah-marahin dimaki-maki setiap hari, itu terbayar. Hari ini kami juara!" ujarnya menambahkan.

Selain meraih gelar juara pertamanya, Abraham juga menyabet penghargaan individual sebagai Cadangan (Sixthman) Terbaik IBL 2018-2019.

Abraham membuktikan ia pantas menyandang gelar tersebut, sebab di laga kedua final ia menjadi motor kebangkitan Stapac pada kuarter ketiga dan mengakhiri pertandingan dengan catatan 14 poin, tujuh assist dan tiga steal selama melantai 28 menit dalam beberapa kali kesempatan turun dari bangku cadangan.

Rekan Abraham, Savon Goodman, yang menyabet gelar sebagai Pemain Terbaik (MVP) Final IBL 2018-2019 juga mengamini ucapan sejawatnya.

Ia bahkan menyebut bahwa gelar pribadinya itu bukanlah tujuannya mendarat ke Indonesia.

"Ini semua bukan tentang saya atau apapun yang saya capai sebagai perorangan. Ya, itu semua menyenangkan dan keren, tapi tujuan utamanya adalah menjadi juara liga," kata Goodman selepas laga kedua final.

"Itu juga yang selalu disampaikan Coach sepanjang musim ini. Kami senantiasa bersabar, tetap bertahan dan mengorbankan kepentingan pribadi untuk kebutuhan tim," ujar dia menambahkan.

Goodman jadi MVP Final setelah membukukan catatan dwiganda 21 poin dan 12 rebound di laga pertama dan melanjutkannya dengan raihan 20 poin dan 19 rebound di pertandingan kedua.

Irawan, bahkan sebelum ia ikut mengangkat trofi IBL 2018-2019 dengan mantap mengungkapkan kepuasannya dengan hasil kerja Zibenas.

"Puas banget. Pasti. Karena banyak sekali ilmu baru yang ia bagikan," ujarnya.

Ilmu itu kemudian berwujud catatan 21 kemenangan dan hanya satu kekalahan dibukukan Stapac di sepanjang musim IBL 2018-2019. Satu-satunya kekalahan terjadi di laga pembuka melawan Bogor Siliwangi ketika Abraham, Agassi Goantara dan Kaleb Ramot Gemilang tengah memperkuat timnas di ajang Prakualifikasi Piala Asia 2021, serta pemain asing yang masih bukan Goodman maupun Kendal Yancy.

Zibenas sendiri mengaku ada tiga faktor penting yang mendasari keberhasilannya mengantarkan gelar juara IBL 2018-2019 untuk Stapac.

Pertama, para pemainnya ia sebut memiliki karakter yang bagus dan bisa tetap tampil sebagai sebuah tim, tanpa ada seorangpun yang dibintangkan.

Kedua, ia berhasil menanamkan pola pikir kepada para pemainnya untuk menganggap setiap laga bak sebuah pertandingan final yang dalam kata lain memberikan penghormatan tertinggi kepada olahraga bola keranjang itu.

Baca juga: Empat sorotan dari kemenangan Stapac di final pertama

Dan ketiga, keberhasilan staf kepelatihannya menjaga kondisi kebugaran para pemain sekaligus melakukan pencegahan cedera yang bukan tidak mungkin bakal menjadi kerikil bagi permainan Stapac.

"Ini faktor-faktor yang sangat penting, menghargai olahraga ini, karakter pemain yang terus erat meski tanpa ada yang dibintangkan sebab tim inilah bintangnya dan keberhasilan staf pelatih mengoptimalkan kebugaran para pemain sembari melakukan pencegahan cedera," kata Zibenas.

Lantas, setelah juara itu lunas apa yang akan dilakukan oleh Stapac selepas euforia pesta kemenangan berakhir?

Abraham tanpa ragu mengatakan bahwa timnya akan terus berkembang meningkatkan kemampuan sembari membangun sebuah era baru, eranya Stapac Jakarta.

"Ini awal dari eranya Stapac!" kata Abraham mantap.

Baca juga: Stapac juara IBL

"Kami akan terus berkembang menjadi jauh lebih baik. Ini bukan sesuatu yang bikin kami puas, tapi harus berkembang lebih jauh lagi," ujarnya memungkasi.

Tentu saja, era Stapac Jakarta akan berhadapan dengan tantangan bernama konsistensi serta kepastian perpanjangan kontrak Zibenas. Serta perlawanan dari para pesaing yang bukan tidak mungkin mulai menyiapkan racikan baru untuk membendung Stapac di musim depan.

Sementara persiapan itu masih dalam tahap perencanaan, nikmatilah masanya Stapac sebagai juara IBL 2018-2019.

Penerjemah: Gilang Galiartha
Editor: Teguh Handoko
Copyright © ANTARA 2019