Barulah terasa kecut yang menggelitik lidah dan langsung menduga ini pasti kopi Arabika
Mataram (ANTARA) - Saat segelas kopi panas disuguhkan dan diletakkan di atas tikar plastik, pikiran menganggap kopi itu sama seperti kopi lainnya atau paling tidak kopi jenis robusta.
Aroma kopi tidak terasa sama sekali sebagaimana layaknya kopi seduh yang baru disiram air panas. Ah ini kopi biasa saja, seloroh orang yang melihat gelas bening berukuran sedang dan berisikan air kehitaman saat disajikan di hadapannya.
Namun saat sekali seruput dari gelas itu, barulah terasa kecut yang menggelitik lidah dan langsung menduga ini pasti kopi Arabika.
"Ya ini kopi Arabika," sahut I Wayan Suasana yang akrab dipanggil Pak Wayan, empunya rumah yang juga ketua RT Kampung Selagolong, Sajang, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat.
Pikiran kembali melayang, kenapa kopi Arabika itu bisa tumbuh diketinggian 1.000 Meter di atas permukaan laut (Mdpl). Pasalnya secara teori kopi yang tengah naik daun itu tumbuh di suatu daerah yang berketinggian di atas 1.000 meter.
Tanda tanya itu, coba dienyahkan untuk merasakan kembali sensasi kopi Arabika yang terus menggelitik lidah dan benar-benar ingin dirasakan terus menerus.
"Kopi Arabika Sajang ini jangan salah masuk ke dalam tiga besar jenis kopi itu di tingkat nasional," sambungnya dengan bangga.
Disebutkan, kopi Sajang memiliki tingkat keasaman dan rasa kecutnya yang tinggi. "Sehingga banyak pengusaha coffee shop yang mengambil langsung biji kopinya ke Sajang," katanya.
Soal ketinggian kopi Arabika yang di luar teori itu, diakuinya, ketinggian lahan kopi Sajang itu 670 Mdpl. "Mungkin faktor tanahnya yang lembab serta cuaca dingin. Kami juga menggunakan pupuk organik seperti dari kotoran sapi," katanya.
Bisa dimakluminya juga perkataan Pak Wayan itu, mengingat lokasi lahan kopi Sajang itu berada di Kampung Selagolong yang berada di tengah hutan kaki Gunung Rinjani.
Lahan kopi itu dimiliki oleh 31 kepala keluarga (KK) atau 112 jiwa yang berasal dari Bangli, Bali pada 1997. Mereka merantau ke Pulau Lombok tidak lain untuk mencari lahan perkebunan yang baru.
Semula kopi Robusta yang menjadi andalan mereka, namun belakangan kopi Arabika menjadi salah satu komoditas unggulan dan menaikkan nama Sajang, Lombok Timur sebagai produsen Kopi Arabika.
"Tahun ini, kami akan mencoba penjemuran kopi Arabika melalui 'green house' agar aromanya terasa," katanya.
Ia menyebutkan lahan kopi di Kampung Selagolong itu seluas 87 hektare namun yang produktifnya sekitar 70 persennya saja.
Untuk kopi Robusta setiap panen dalam setahun mencapai 100 ton sedangkan kopi Arabika dalam bentuk cherry antara 30 sampai 40 ton.
Kendati demikian, dia berharap mendapatkan dukungan dari pemerintah untuk memperkenalkan kopi Arabika Sajang ke tingkat nasional maupun internasional.
"Tanpa ada campur tangan pemerintah untuk mempromosikan kopi Sajang ini, maka akan sulit dikenal masyarakat luas," katanya.
Serta pemerintah juga diharapkan membantu alat penjemuran untuk kopi Arabika made in Sajang itu.
Sementara itu, Kepala Desa Sajang, Lalu Kanahan menyebutkan perkebunan milik warga Selagolong itu, memiliki ekonomis yang tinggi seperti kopi.
"Yang pada akhirnya bisa mendongkrak perekomian Sajang," katanya.
Sebelumnya, tokoh pemuda di Sembalun Lawang, Rusmala pernah menyebutkan bahwa pihaknya berupaya mengangkat kopi Arabika di Sanjang yang posisinya bersebelahan dengan Sembalun Lawang.
"Kalau di Sanjang, varietasnya kopi Malabar," katanya.
Dinas Perindustrian Dan Perdagangan Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat sendiri, berupaya memperkenalkan potensi kopi yang ada di wilayahnya, salah satunya melalui pelenggaraan gebyar kopi pada 3 Maret di Taman Rinjani, Kota Selong.
Kepala Diperindag Lombok Timur Teguh Sutrisman melalui laman Pemkab Lombok Timur menyatakan gebyar kopi tersebut bertujuan untuk menggugah potensi industri kopi lokal yang diproduksi oleh industri kecil menengah yang ada di Lombok Timur pascagempa Lombok setelah sempat lesu.
Editor: Tunggul Susilo
Copyright © ANTARA 2019