Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi VI DPR dari Fraksi PDI Perjuangan, Hasto Kristianto, di Jakarta, Rabu, menengarai ada celah-celah titik lemah tertentu dalam kebijakan ekonomi politik Indonesia terkait privatisasi Telkomsel dan Indosat yang diduga dimanfaatkan oleh `Temasek Holding Group Ltd Singapura`.
Ia mengemukakan hal itu kepada ANTARA, terkait dengan keputusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang memvonis Temasek melanggar Undang Undang Anti-Monopoli, karena melalui dua anak perusahaannya melakukan kepemilikan silang atas PT Indosat Tbk dan PT Telekomunikasi Seluler (Telkomsel) Tbk.
Temasek menguasai 35 persen saham Telkomsel melalui Singapore Telecom (Singtel), juga 41,94 persen saham Indosat melalui Singapore Technologies Telemedia (STT).
Telkomsel dan Indosat merupakan 'provider' yang memonopoli atau menguasai sekitar 80 persen pasar telepon seluler di Indonesia.
"Keputusan privatisasi terhadap Telkomsel dan Indosat merupakan keputusan politik ekonomi yang dilakukan pemerintah oleh pemerintah dan mendapatkan dukungan politik dari DPR di waktu itu."
Dan karenanya, sangat wajar kalau keputusan itu harus di-`backup` dengan penegakan hukum dan perlindungan kepada investor. Yang perlu dipertanyakan sekarang, apakah kebijakan itu memberi manfaat kepada publik," tanya Hasto Kristianto.
Proses Tidak Transparan
Hasto Kristianto dan kawan-kawan di Komisi VI DPR berpendapat, sepanjang itu memberikan manfaat bagi publik, privatisasi tidak ada masalah.
"Iya, saya sependapat bahwa privatisasi harus memberikan manfaat bagi publik, termasuk untuk hak publik mendapatkan jasa telekomunikasi dengan harga yang kompetitif. Namun, kuatnya kontroversi terkait dengan keputusan KPPU di atas, menjadi sinyal bahwa ada proses yang tidak transparan, yang berpotensi mengancam iklim investasi," tegas Hasto Kristianto.
Proses yang ada, tambahnya, juga menunjukkan indikasi sponsor pihak-pihak tertentu yang menunggangi Undang Undang Nomor 5 Tahun 1999 (kebijakan privatisasi).
"Itu semua dilakukan, demi pengambilalihan paksa kepemilikan yang tidak memberi manfaat ke publik," ungkap Hasto Kristianto.
Karena itu, menurutnya, ke depan, sebaiknya orientasi diarahkan pada upaya mengatasi restriksi untuk menciptakan harga jasa telekomunikasi yang kompetitif.
"Proses ke depan begitulah yang paling penting, demi kepentingan publik, daripada pemerkosaan atas undang-undang untuk kepentingan pemegang kapital," tegas Hasto Kristianto.
Sebelumnya, pengamat ekonomi dari CSIS, Dr Pande Raja Silalahi, berpendapat upaya ambil paksa saham Temasek di Telkomsel dan Indosat (menyusul keputusan KPPU di atas), dinilai akan merusak tatanan hukum internasional.
"Kan pemerintah harus menjamin investor," ujar Pande Raja Silalahi.
Tetapi, banyak kalangan pengamat dan anggota Dewan, termasuk Hasto Kristianto, juga sependapat, Temasek dan jaringannya harus diberi pelajaran etika berbisnis, jangan sok monopoli di Indonesia. (*)
Copyright © ANTARA 2007