Medan (ANTARA News) - PT Kereta Api Daerah Operasional (Daops) I Sumut dan NAD menyatakan dua dari tiga kecelakaan kereta api di Sumut sepanjang tahun ini diakibatkan oleh sabotase. "Hasil penyelidikan kepolisian setempat menyebutkan dua dari tiga kecelakaan kereta api yang terjadi pada tahun ini merupakan ulah dari orang yang tidak bertanggung jawab, sedang satunya lagi akibat kelalaian petugas", ujar Kepala Humas Daops I Sumut dan NAD, Suhendro Budi Santoso, di Medan, Rabu. Data menyebutkan pada pertengahan Januari 2007 kereta api yang membawa BBM milik Pertamina anjlok di perlintasan Kisaran-Rantau Prapat karena sabotase. Kemudian pada 2 Februari 2007 kereta penumpang api Sri Bilah bertabrakan dengan kereta api yang mengangkut CPO di pintu lintasan keluar Stasiun Rantau Prapat akibat kelalaian petugas memindahkan jalur rel keluar masuk yang mengakibatkan 35 orang mengalami luka sembilan diantaranya luka berat dan satu orang tewas. Terakhir pada 6 Februari 2007 kereta api penumpang Putri Hijau jurusan Medan-Tanjung Balai anjlok di Desa Teluk Mengkudu, Kabupaten Serdang Bedagei yang mengakibatkan satu orang penumpang harus mengalami amputasi pada kaki kirinya karena terjepit pintu kereta. "Pada kecelakaan terakhir kita menemukan adanya satu keping lempengan besi yang terkesan sengaja diletakkan di atas rel perlintasan kereta," ujar Suhendro. Kendati demikian, kata dia, pihaknya telah melakukan koordinasi dengan Polda Sumut besera jajarannya untuk membantu mengamankan jalur perlintasan kereta api, terutama jalur Medan-Tebing Tinggi dan Kisaran-Rantau Prapat yang rawan terhadap tindakan sabotase dan pencurian kabel telekomunikasi. Selain itu untuk meminimalisir kemungkinan terjadinya kecelakaan setiap hari dua orang petugas selalu mengamati perlintasan. "Setiap stasiun kita menugasi dua orang untuk mengamati perlintasan rel kereta api hingga stasiun berikutnya, pada waktu kereta terakhir berangkat dan kereta pertama melintasi jalur", katanya. Sebelumnya di Jakarta Menteri Perhubungan (Menhub) Jusman Syafii Djamal mengatakan upaya yang dilakukan untuk menganggu kegiatan ekonomi bisa dikategorikan sebagai tindakan sabotase. Untuk itu ia meminta aparat kepolisian di daerah lebih serius dalam menangani masalah sabotase yang menimbulkan dampak negatif.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007