Cirebon (ANTARA News) - Pabrik Spirtus Alkohol (PSA) Palimanan di Kabupaten Cirebon, yang akan berproduksi kembali bulan depan setelah terhenti sejak Juli 2007 lalu, siap menerapkan teknologi baru pengolahan limbah cair melalui membran filtrase sehingga air hasil pengolahan limbah bisa dimanfaatkan kembali untuk proses produksi. "Ada dua unit membran filtrase yaitu ultra filtrase dan nano filtrase dimana air hasil pengolahan limbah akan masuk kembali ke sistem produksi sehingga prosesnya zero waste atau tidak ada limbah," kata Manager PSA Palimanan Ir Nuridin Faisal di Palimanan, Cirebon, Rabu. Ia mengatakan, tekonologi berbiaya Rp2 miliar itu dikembangkan tenaga ahli Indonesia walaupun perangkat filter masih didatangkan dari Amerika Serikat. "Sebagian perangkat sudah tiba di pabrik, kecuali membrane ultra filtrase yang terlalu panjang sehingga masih dalam perjalanan menggunakan kapal laut," katanya yang mengklaim sebagai Pabrik Spirtus pertama di Indonesia yang nantinya mampu menerapkan "zero waste". Ia menjelaskan, hasil sampingan melalui sistem membran yaitu berupa slat akan dibakar menjadi abu kalium yang akan digunakan sebagai salah satu komponen pupuk organik yang dikembangkan PT PG Rajawali II di Puslitagro Jatitujuh, Majalengka. Keuntungan lain dari teknologi baru itu, adalah adanya penghematan air bersih yang selama ini digunakan untuk proses produksi karena ternyata limbah cair yang ada bisa didaur ulang. "Angka penghematan belum dihitung tetapi jumlah penghematan itu jelas sangat besar," katanya. Namun, akibat penggunaan teknologi baru itu maka puluhan petani akan kehilangan kesempatan mengolah lahan sawah di musim kemarau karena aliran limbah cair sudah tidak ada lagi, padahal sebelumnya digunakan untuk mengairi sawah di sejumlah desa di belakang pabrik PSA Palimanan. Menurut Nurudin, air yang masih ada hanya air dari sisa pendingin mesin produksi yang miskin unsur hara organik dan jumlahnya hanya setengah dari total limbah cair yang ada. Sebelumnya PSA Palimanan sempat melakukan MOU untuk mengembangkan teknologi serupa dengan Lembaga Pengabdian Pada Masyarakat (LPPM) ITB Bandung, namun rupanya tidak diteruskan karena biaya penerapan teknologinya mencapai Rp18 miliar. Kabid Pengendalian Dampak Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup Kehutanan dan Pertambangan (DLHKP) Kabupaten Cirebon E Satriaji yang datang meninjau peralatan baru di Instalasi Pengolah Air Limbah PSA Palimanan bersama wartawan mengakui kagum dengan kegigihan PSA Palimanan untuk menemukan teknologi yang tepat dan murah. "Kami akan tunggu hasil kerja teknologi baru itu, apakah benar-benar mampu meniadakan limbah cair yang selama ini dikeluhkan para petambak di pesisir pantai," katanya yang datang didampingi dua Stafnya yaitu Suprayogi dan Iwan. Seperti diketahui, PSA Palimanan sering dikecam sebagai biang keladi kerusakan lingkungan tambak di pesisir pantai Kapetakan, tetapi sebagian besar petani padi dan palawija di sekitar pabrik justru menginginkan limbah itu karena terbukti bisa menyuburkan tanah dan mengurangi ketergantungan pupuk kimia. PSA Palimanan merupakan pabrik pengolah tetes tebu, salah satu limbah pabrik gula, menjadi alkohol dan spirtus dengan produksi harian mencapai 25.000 liter alkohol dan 2.000 liter spirtus, sementara cukai dari produksinya itu mencapai Rp15 miliar per tahun. Tahun lalu, produksi PSA Palimanan anjlog hanya dua juta liter per tahun dari normalnya mencapai 20 juta liter per tahun karena dilarang beroperasi oleh Kementerian Lingkungan Hidup akibat belum mampu menekan tingkat pencemaran limbah cair.(*)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2007