Ternate (ANTARA) - Bawaslu Maluku Utara (Malut) mengakui, Mabes Polri memberikan lampu merah bagi Malut dalam pemilu 17 April 2019 nanti, karena dalam catatan Mabes Polri Maluku Utara masuk sebagai daerah rawan konflik pada pelaksanaan Pemilu 2019.
"Integritas penyelenggara menjadi salah satu fackor ditetapkannya Maluku Utara sebagai daerah rawan konflik dalam pemilu legislatif, pemilu presiden dan wakil presiden yang dilaksanakan secara serentak pada 17 April 2019," kata Ketua Bawaslu Malut, Muksin Amrin di Ternate, Kamis.
Dia mengatakan, indikator Polri memberikan Maluku Utara sebagai daerah rawan konflik salah satunya soal integritas penyelenggara.
Selain itu, kata Muksin Amrin, indikator integritas penyelenggara oleh Mabes Polri, karena ada sejumlah incumbent atau anggota KPU aktif saat ini sebagian tidak lagi lulus seleksi calon anggota KPU baik provinsi maupun kabupaten dan kota.
"Saya juga sependapat, kalau integritas penyelenggara diragukan karena mereka tidak lulus dalam seleksi calon anggota KPU," kata Muksin Amrin.
Kendati begitu, Muksin Amrin mengaku, Bawaslu Republik Indonesia secara resmi telah merilis Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) 2019 secara nasional. Dalam data tersebut, Malut sendiri diberi skor 49,89 berdasarkan akumulasi IKP 2019 di 10 kabupaten dan kota bersama dengan 14 provinsi lain di Indonesia.
"Dalam IPK yang ada, Malut masuk pada zona kerawanan tingkat sedang untuk level provinsi, namun beberapa aspek dimensi dan sub dimensi, sejumlah kabupaten dan kota di Malut justru memiliki indeks yang masuk kerawanan tinggi," katanya.
Data Mabes Polri menyebutkan, ada 15 provinsi yang masuk kategori rawan dan dari 15 tersebut diantaranya, Papua Barat, Papua, Malut, Aceh, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Maluku, Lampung, Sumatera Barat, Jambi, DIY, NTB, NTT, Sulawesi Utara, dan Sulawesi Tengah.
Masih menurut data Mabes Polri, dari situasi kamtibmas dan latar belakang, dimana Malut merupakan daerah konflik horizontal serta memiliki catatan Pemungutan Suara Ulang (PSU) pada pemilihan-pemilihan sebelumnya.
Selain dari latar belakang yang merupakan daerah konflik horizontal, Polri juga melihat kerawanan itu dari letak geografis, dimana Malut hampir 73 persen adalah wilayah laut sementara sisanya adalah wilayah daratan.
Dengan letak geografis yang menyatakan Malut adalah provinsi kepulauan, yang perlu diantisipasi paling utama adalah pendistribusian logistik pemilu dari satu daerah ke daerah lain.
Sementara itu, Kabid Humas Polda Malut membenarkan adanya catatan Mabes Polri yang menempatkan Provinsi Malut masuk daerah rawan konflik dalam pelaksanaan pemilu legislatif dan pilpres tahun 2019 ini.
Pewarta: Abdul Fatah
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2019