Jakarta (ANTARA News) - Departemen Pertahanan (Dephan) tetap bertekad untuk melunasi tunggakan pembayaran Bahan Bakar dan Pelumas (BMP) sekitar Rp8 triliun, kata Menteri Pertahanan (Menhan), Juwono Sudarsono. "Utang itu sedang kita pelajari dan kalau bisa kita anggarkan secara bertahap untuk melunasinya. Ini masih dalam negosiasi dengan Pertamina," ungkap Menhan, di Jakarta, Rabu. Ditemui usai diruang kerjanya usai berhalal bi halal dengan staf dan karyawan Dephan, Juwono mengatakan, sejak 1987 Pertamina memiliki kewajiban untuk membantu kebutuhan BBM dan Pelumas bagi TNI. Terkait dengan tunggakan itu maka pihaknya masih terus melakukan perundingan dengan Pertamina. "Bagaimana pun, dana yang dialokasikan bagi Dephan sudah sangat minim . Kalau masih harus dipotong untuk membayar utang, tentu akan berpengaruh terhadap program pengadaan alutsista," tutur Juwono. Sementara itu, Dirjen Perencanaan Pertahanan (Renhan) Dephan, Laksamana Muda Tedjo Eddy, mengatakan bahwa sejak 2004 , utang Dephan-TNI terus meningkat yakni Rp662 miliar pada 2004, Rp915 miliar (2005), Rp2,5 triliun (2006) dan Rp4,4 triliun pada 2007. "Ini kalau tidak segera diselesaikan akan makin besar," ujarnya. Dijelaskannya, setiap triwulan dibutuhkan anggaran sekitar Rp700 miliar hingga Rp750 miliar atau Rp3 triliun per tahun kebutuhan BMP. Dari kebutuhan itu hanya disetujui Rp1,8 triliun atau terjadi defisit sebesar Rp1,2 triliun. "Berarti, faktor penyebab makin tingginya utang kita pada Pertamina adalah terbatasnya anggaran. Kedua, harga BBM yang diperuntukan bagi TNI tdak termasuk dalam kategori bersubsidi, jadi pakai harga tertinggi, dan keempat sebagian besar BBM jatah TNI digunakan untuk penanganan bencana. Ini kan harusnya tidak dibebankan semua pada Dephan/TNI, karena BBM itu digunakan dalam rangka menjalankan tugas negara," tuturnya. Terkait itu, Dephan telah mengaloksikan Rp200 miliar dari Anggaran Belanja Tambahan (ABT) sebesar Rp500 miliar untuk mencicil tunggakan BMP tersebut. "Ini memang belum sebanding dengan jumlah tunggakan yang mencapai triliunan rupiah itu. Tetapi bagaimana lagi, alokasi yang diberikan kepada kami juga sangat minim," ujar Tedjo. (*)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007