Jakarta (ANTARA) - Pentas Liga Bola Basket Indonesia (IBL) 2018-2019 telah mencapai panggung pamungkas, yakni partai final antara Stapac Jakarta menghadapi juara bertahan Satria Muda Pertamina Jakarta.
Meski berstatus juara bertahan, Satria Muda harus mengalami fase terseok-seok dan melewati jalan yang terjal untuk mencapai partai final.
Absennya Satria Muda dari Seri I di Semarang, bak buah simalakama. Kendati tak banyak bongkar pasang pemain dibandingkan musim lalu, tentu saja butuh waktu bagi Satria Muda untuk menemukan performa terbaiknya ketika akhirnya mulai melantai sejak Seri II yang kebetulan dilangsungkan di kandang mereka sendiri, GOR BritAma Arena, pada pertengahan Desember 2018.
Dan ironisnya, dua dari tiga laga pertama mereka adalah menghadapi dua tim kuat yakni Pelita Jaya Jakarta dan Stapac sendiri. Sukses membekap Pelita Jaya 70-53 pada Sabtu (18/12), sehari berselang Satria Muda malah dipecundangi Stapac 63-66 di markasnya sendiri.
Musim berjalan, rupanya Satria Muda bukan sedang bermain basket tapi tengah duduk di wahana roller coaster. Naik. Turun. Naik. Turun. Konsisten.
Dengan susah payah, Satria Muda akhirnya berhasil memastikan satu tiket ke babak playoff setelah menempati urutan ketiga Divisi Merah dengan catatan sembilan kemenangan dan sembilan kekalahan (9-9).
Catatan yang tak lebih baik dari lawan mereka di babak playoff pertama, Bank BPD DIY Bima Perkasa Jogja (11-7). Namun mentalitas tim besutan Youbel Sondakh agaknya sudah terasah menghadapi babak gugur, lewat dua gim langsung mereka memastikan tiket ke semifinal.
Di babak semifinal, Satria Muda menghadapi NSH Jakarta, yang menurut sang pelatih Wahyu Widayat Jati, tengah mengalami momentum seperti lawannya itu ketika muncul merombak persaingan demi merebut gelar juara Kompetisi Bola Basket Utama (Kobatama) 1999.
Beruntung bagi Satria Muda, kendati dihadapkan pada cobaan berupa cederanya salah satu pilar utama Jamarr Andre Johnson sejak laga kedua, mereka bisa merebut satu tempat di final lewat kemenangan 2-1 atas NSH.
Di final, Stapac sudah menanti. Tim yang memiliki nakhoda baru asal Lithuania, Giedrius Zibenas, dan menjadikan diri sebagai jawara musim reguler.
Tiga musim absen dari partai final, membuat sang pemilik sekaligus manajer Irawan Haryono kembali memutar otak untuk membawa Stapac kembali ke persaingan papan atas basket Indonesia.
Gibi, demikian ia akrab disapa, memberikan awal yang menjanjikan di Stapac dengan mengantarkan mereka memenangi turnamen pramusim di Solo.
Akan tetapi, di luar perkiraan Stapac justru menelan kekalahan di laga pertama mereka di musim reguler saat dipecundangi Bogor Siliwangi dengan skor 52-61 di Seri I Semarang.
Namun, ibarat atlet pelari cepat, laga itu justru menjadi titik tolak bagi Stapac yang kemudian melesat menutup musim reguler sebagai jawara dengan catatan 17 kemenangan dan satu kekalahan saja.
Dalam perjalanan 17-1 tersebut, selain mengalahkan Satria Muda di BritAma Arena, Stapac juga membukukan kemenangan dalam pertemuan kedua dengan skor 85-78 di Seri IV Solo.
Posisi teratas yang mereka amankan di Divisi Putih praktis membuat Stapac mendapatkan hak langsung melaju ke semifinal, di mana tim besutan Zibenas sukses menang dua gim langsung kontra Pacific Caesar Surabaya.
Tentu saja, di atas kertas, catatan 9-9 di musim reguler ditambah 4-1 di fase playoff milik Satria Muda tak sementereng 17-1 dan 2-0 Stapac.
Tapi, bola basket tetaplah bulat meski dihiasi ulir khasnya. Kesempatan Satria Muda untuk mempertahankan gelar juara tidak bisa dieliminir begitu saja oleh catatan statistik Stapac yang berkilap musim ini.
Penentuan bakal dilakukan dalam rangkaian final yang digelar dalam format best of three alias tim yang meraih dua kemenangan lebih dulu berhak menyandar gelar juara IBL 2018-2019.
BritAma Arena jadi lokasi pertandingan final pertama pada Kamis (21/3), sedangkan Stapac memilih untuk memboyong laga kedua ke GOR C'Tra Arena, Bandung, dua hari kemudian. Dan jika dibutuhkan pertandingan penentuan akan digelar juga di C'Tra Arena pada Minggu (24/3).
Rivalitas dua tim tersukses
Tepat 20 tahun silam, sebuah tim basket yang baru berusia lima tahun Satria Muda Mahaka menyodok dan menundukkan Bhineka Sritex 57-46 di partai final untuk merebut trofi Kobatama 1999.
Sebelas tahun sebelumnya, sebuah tim bernama Asaba Jakarta yang baru berusia dua tahun meraih gelar juara Kobatama 1988 dalam musim debut mereka dengan menumbangkan Halim Kediri 79-71 di laga pamungkas.
Satria Muda Mahaka dan Asaba Jakarta adalah apa yang anda kenal sekarang sebagai Satria Muda dan Stapac. Dua tim yang memiliki tradisi menggebrak hegemoni untuk memupuk emperium masing-masing di dunia basket Indonesia.
Dalam perjalanan 31 musim kompetisi basket profesional di Indonesia, kedua tim berbagi 22 trofi di antara mereka. Stapac punya 12 dan Satria Muda 10.
Sementara Stapac --kala itu Asaba-- mendobrak dominasi Indonesia Muda dan Halim Kediri di bola basket Indonesia, Satria Muda melakukan hal yang sama dengan menempatkan diri dengan mengganggu peta persaingan juara antara Aspac --juga nama lama Stapac--, PanAsia Indosyntec Bandung (kini Prawira Bandung) dan Bhinneka.
Namun, rivalitas antara Stapac dan Satria Muda benar-benar mulai mendarah daging ketika keduanya untuk pertama kali bertemu di final Kobatama 2002. Aspac kala itu menang dua gim langsung atas Satria Muda dengan skor 67-53 dan 68-51.
Kemenangan itu, membuat Aspac sukses mencatatkan sejarah dengan meraih trisinambung (three-peat) juara Kobatama 2000-2002, yang kemudian diperpanjang menjadi catursinambung (four-peat) saat kompetisi bertransformasi menjadi IBL pada 2003 dengan menundukkan Bhinneka Sritex Solo 2-0 di partai final.
Sementara kompetisi basket di Indonesia terus bertransformasi seperti remaja yang mencari bentuk, dari Kobatama, IBL, NBL (Liga Bola Basket Nasional) dan kembali lagi ke IBL, seperti Stapac yang terus bergonta ganti nama, rivalitas antara Stapac dan Satria Muda tetap berlanjut.
Satria Muda menjadi tim yang sukses mencegah ambisi Stapac memperpanjang rekor mereka menjadi pancasinambung (5-peat) dengan memenangi partai final IBL 2004 lewat dua gim langsung.
Stapac sempat kembali menjuarai IBL 2005, namun Satria Muda sukses membangun dinasti jawara mereka bukan saja dengan menyamai rekor Stapac tapi melampauinya hingga satsinambung (6-peat) dengan meraih juara IBL 2006-2009 serta NBL 2010/2011 dan 2011/2012.
Siapa yang menghentikan ambisi Satria Muda mencapai saptasinambung? Stapac. Mereka menjuarai NBL dua musim beruntun pada 2012/2013 dan 2014/2015.
Sayangnya, sejak itu Stapac tak lagi pernah mencapai final. Total Stapac meraih 12 gelar juara, delapan di era Kobatama, dua di era IBL termin pertama dan dua di era NBL.
Sementara Satria Muda melanjutkan dinasti mereka, hingga berani melabeli diri sebagai Juara Indonesia.
Satria Muda menjuarai edisi pamungkas NBL pada 2014/2015 dan menambah satu gelar lagi pada IBL 2017/2018 lalu. Secara keseluruhan 10 gelar juara Satria Muda diperoleh sekali di era Kobatama, lima kali di era IBL termin pertama, tiga kali di era NBL dan satu lainnya di era IBL kini.
Praktis, partai final IBL 2018/2019 menjadi ajang pembuktian dua tim tersukses di kancah basket Indonesia.
Sementara Stapac berusaha membangun kembali emperium jawara mereka setelah empat tahun absen dari final, Satria Muda tentu berambisi untuk membuktikan mentalitas Juara Indonesia meski tengah berada dalam musim yang tak ideal.
Statistik itu pasti, mentalitas relatif
Mentalitas, jadi momok terberat yang ditandai oleh Giedrius Zibenas dalam perjuangannya menghadapi partai final melawan Satria Muda.
Zibenas bahkan dengan tegas mengatakan bahwa segala macam statistik yang tercatat dalam perjalanan timnya mencapai final tak ada lagi artinya ketika lemparan mula dilakukan di BritAma Arena.
Bagi pria yang sempat membantu timnas Indonesia di SEA Games 2017 itu, statistik musim ini tak membuat timnya berada dalam posisi favorit. Ia dengan tegas menyebut Satria Muda adalah favorit di final musim ini.
"Satria Muda punya lebih banyak pemain timnas dan bekal pengalaman merasakan atmosfer final musim lalu," kata Zibenas sehari jelang partai final.
Namun apapun itu, bagi Zibenas, di musim debutnya ini tak ada satu pihakpun yang menuntut Stapac untuk menjadi juara. Itu adalah satu-satunya keuntungan yang ia perhitungkan dimiliki Stapac menyongsong final.
"Tentu pemain akan mendorong mereka untuk menjadi juara, wajar bagi setiap atlet. Tapi sebagai tim kami tidak ada tuntutan untuk harus menang," katanya.
Ia berharap segenggam demi segenggam motivasi pengubah mentalitas yang telah coba dipupuknya kepada para pemain sepanjang musim ini bisa membuat timnya memanen di waktu yang tepat, final.
Panen itu bagi kapten Stapac, Oki Wira Sanjaya, bakal menjadi buah manis dari apa yang disebutnya pengorbanan sepanjang musim ini. Ia merujuk pada kondisi di awal musim ketika timnya harus pincang karena Abraham Damar Grahita, Kabel Ramot Gemilang dan Agassi Goantara dibutuhkan jasanya di timnas.
"Saya lebih bersemangat dengan perjalanan kami sejak masih enam orang di awal musim. Musim ini sudah banyak berkorban, jadi harus bisa dapatkan yang terbaik," kata Oki, semoga dengan mentalitas yang diharapkan Zibenas.
Sementara Stapac menghadapi rintangan bernama mentalitas, Satria Muda bertemu dengan tembok tinggi yang lebih tampak, yakni absennya Jamarr Andre Johnson dari partai final karena dibekap cedera achilles.
Tapi, baik pelatih Youbel Sondakh maupun kapten Arki Dikania Wisnu mengemukakan optimisme yang senada.
"Semua pemain harus step up, jangan step down. Bukan cuma Dior (Lowhorn), bukan cuma starting five, semuanya harus step up," kata Arki mantap.
Sedangkan Youbel yakin absennya Jamarr bakal bisa menjadi kesempatan bagi para pemain lokal untuk menunjukkan penampilan bersinar di partai final.
"Tentu saja tanpa Jamarr berpengaruh, tapi di sisi lain itu juga jadi kesempatan buat pemain-pemain lokal bersinar. Saya yakin pemain-pemain lain akan bisa mengisi kekosongan yang ditinggalkan Jamarr," ujar Youbel tak kalah yakin.
Sekali lagi, sebagaimana Zibenas tengah mengucapkan ucapan khas umat muslim Indonesia kala merayakan Idul Fitri, final mulai dari nol lagi.
Dari nol itu, mentalitas Oki Wira dkk dipandu strategi arahan Zibenas bakal bertarung melawan pengalaman Arki dkk dan sentuhan Youbel.
Baca juga: Tanpa Jamarr, Satria Muda tak punya pilihan selain berjuang
Baca juga: Stapac mau pilih musik pengiring partai final
Pewarta: Gilang Galiartha
Editor: Junaydi Suswanto
Copyright © ANTARA 2019