"Kaum perempuan itu kalau dicekoki dengan urusan agama tentunya paling cepat. Apalagi kalau sudah ada istilah 'sami'na wa atho'na’ (Kami mendengar dan kami taat), itu perempuan jauh lebih loyal ketimbang laki-laki," ujar Musdah dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa.
Oleh karena itu, lanjut Musdah, tidak mengherankan bila kini kelompok radikal teroris lebih senang merekrut kaum perempuan, termasuk dengan modus pernikahan.
Untuk itu, kata Musdah, penting untuk memberikan sosialisasi antiradikalisme dan juga pendidikan literasi kepada kaum perempuan sekaligus melibatkan mereka dalam gerakan membangun perdamaian dan menyampaikan pesan damai di dunia nyata dan maya.
"Kalau kaum perempuan itu bisa direkrut untuk jadi aktor teroris maka seharusnya perempuan lebih bisa untuk direkrut menjadi aktor dalam membawa pesan damai," ujar Ketua Umum Yayasan Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP) itu.
Musdah mengajak kepada kaum perempuan untuk selalu siaga dan mau berbicara dalam segala hal serta tidak menganggap intoleransi dan pelanggaran hukum sekecil apa pun sebagai hal yang biasa dan sepele.
Kaum perempuan harus bisa menjadi agen penebar perdamaian baik untuk diri sendiri maupun bagi lingkungan keluarga, masyarakat dan bangsa, kata Guru Besar Pemikiran Politik Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini.
"Hal ini agar kaum perempuan terbentengi dari penyebaran hoaks maupun penyebaran paham radikalisme dan terorisme," ujar Musdah.
Dikatakannya, selama ini ICRP sudah banyak melakukan kegiatan yang melibatkan kaum perempuan karena salah satu tugas ICRP adalah menjadikan agama sebagai sumber perdamaian.
"Apalagi jika berbicara soal agama, semua penganut agama dari berbagai kepercayaan ikut dilibatkan oleh ICRP termasuk kaum perempuan," kata Musdah.
Pewarta: Sigit Pinardi
Editor: Nurul Hayat
Copyright © ANTARA 2019