Medan (ANTARA News) - Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) menilai pemerintah kecolongan tentang penguasaan lahan perkebunan kelapa sawit oleh pihak asing. "Alasannya, pemerintah tidak memiliki data yang akurat tentang seberapa besar jumlah lahan yang telah dikuasai pihak asing hingga saat ini," kata Sekjen DPP Apkasindo Asmar Arsjad, di Medan, Selasa. "Apkasindo menilai pemerintah kecolongan soal kepemilikan lahan oleh pihak asing. Hal ini akan berdampak kebun-kebun kelapa sawit akan diambil alih oleh mereka, karena transaksi dilakukan di bawah tangan," katanya. Asmar mengungkapkan, apalagi dengan diberlakukannya kebijakan otonomi daerah, membuat jumlah lahan yang dikuasai semakin tidak terdata. Apkasindo memperkirakan hampir satu juta hektar penguasaan oleh pihak asing terjadi pada lahan perkebunan kelapa sawit. Pihaknya juga menyayangkan sikap pemerintah yang tidak memiliki akurasi data terkait hal ini. "Adanya Otda (otonomi daerah), tidak diketahui berapa jumlah lahan yang telah dikuasai. Sebab data riilnya tidak ada. Penguasaan lahan dilakukan melalui pihak lain, sehingga tidak bisa diketahui siapa dan berapa jumlah lahan yang dibeli," ujarnya. Pihaknya mengharapkan agar pemerintah segara menertibkan hal ini, salah satunya dengan menerbitkan izin pengusahaan lahan melalui satu pintu. Dengan sistem birokrasi satu pintu, diharapkan data otentik dapat diperoleh. Apkasindo menilai, pemerintah perlu segera memperhatikan persoalan penguasaan lahan tersebut, sebab menyangkut kelangsungan ketersediaan bahan baku kelapa sawit lokal. Apalagi harga jual komoditi ini semakin meningkat, seiring permintaan pasar dunia. "Kita bisa menerima masuknya pihak asing ke sini. Antara lain, transformasi teknologi yang jauh lebih maju, bisa kita aplikasikan. Selain itu, membantu penyerapan tenaga kerja. Namun, hendaknya pemerintah berhati-hati tentang penguasaan lahan pihak asing ini," kata Asmar. Dia menberi contoh, Kuala Lumpur Kepong Bhd`s (KLK) yang sedang mengincar sebanyak 50.000 hektar lahan kelapa sawit di Indonesia. (*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007