Jakarta (ANTARA News) - Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI), Aslim Tajuddin, mengatakan harga minyak dunia saat ini masih aman bagi neraca pembayaran Indonesia, sehubungan penerimaan gas tetap surplus. "Meski neraca berjalan minyak defisit, tetapi gas justru meningkat akibat kenaikan harga minyak tersebut, jadi secara keseluruhan untuk migas tetap surplus," katanya ketika dihubungi ANTARA, di Jakarta, Selasa. Ia memperkirakan harga minyak dalam waktu dekat tidak akan meningkat tajam hingga melampaui 100 dolar AS per barel. "Saya kira belum akan sampai ke sana (100 dolar per barel), saya kira masih pada sekitar 80-an dolar AS per barel," katanya. Kenaikan harga minyak dipengaruhi oleh isu ketegangan di kawasan Timur Tengah dan pertikaian Turki dengan suku Kurdi, selain antisipasi penggunaan minyak pada musim dingin yang cenderung meningkat, imbuhnya. Sebelumnya pada Senin (22/10), Menko Perekonomian Boediono mengatakan lonjakan harga minyak dunia belum mengancam keberlangsungan APBN pada tahun ini, namun untuk 2008 pemerintah terus mewaspadai dampaknya terhadap ekonomi nasional. "Secara umum kita tetap optimis pertumbuhan ekonomi kita tahun ini (6,3 persen) masih bisa kita capai. Tahun depan jika ekonomi global tidak turun terlalu parah, pertumbuhan yang kita inginkan 6,8 persen masih bisa kita capai," katanya. "Kalau penurunannya lebih buruk, tentu akan ada dampaknya pada ekonomi kita. Kita akan waspadai APBN agar tetap aman," kata Boediono. Menurut Boediono, kewaspadaan terhadap kenaikan minyak dunia harus terus diamati, terutama dampaknya terhadap tambahan biaya subsidi BBM dan pengaruhnya pada sektor industri. Sementara itu, pada Selasa (23/10), kontrak minyak berjangka utama di New York untuk minyak mentah jenis "light sweet" pengiriman Desember, turun 30 sen menjadi 85,72 dolar AS per barrel. Kontrak November ditutup di New York, Senin, pada 87,56 dolar AS setelah turun 1,04 dolar selama sehari. Kontrak mencapai rekor 90,07 dolar AS pada Jumat. (*)
Copyright © ANTARA 2007