Pemerintah menetapkan energi baru terbarukan dalam bauran energi minimal 23 persen pada 2025

Jakarta (ANTARA) - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan menyebutkan bahwa Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) tahun 2018-2028 perlu perubahan karena adanya dinamika pertumbuhan kebutuhan listrik.

"Ada beberapa hal perlu penyesuaian, sebab untuk mengejar target rasio elektrifikasi," kata Jonan di Auditorium PT PLN (Persero) Jakarta, Senin.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan membuka acara diseminasi Keputusan Menteri ESDM Nomor 39 K/20/MEM/2019 tanggal 20 Februari 2019 tentang Pengesahan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT PLN (Persero) Tahun 2019 sampai 2028.

Menteri ESDM mengungkapkan perubahan RUPTL PT PLN (Persero) tahun 2018-2028 perlu dilakukan karena adanya dinamika pertumbuhan kebutuhan listrik dan pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan, sehingga perlu dilakukan perubahan terhadap lingkup dan kapasitas pembangkit, pergeseran commercial operation date (COD), dan penambahan proyek baru untuk peningkatan keandalan sistem ketenagalistrikan.

Pada kesempatan tersebut Jonan kembali menegaskan dukungannya terhadap penggunaan Energi Baru Terbarukan (EBT) dan meminta PLN agar dapat mempercepat proses pengembangan pembangkit EBT di Indonesia.

"Pemerintah menetapkan energi baru terbarukan dalam bauran energi minimal 23 persen pada 2025. Ini tantangan yang amat besar. Sehingga Pemerintah memutuskan inisiatif pembangkit EBT di bawah 10 MW tidak perlu ada dalam RUPTL, tujuannya mengejar bauran energi yang berasal dari EBT," ungkap Jonan di depan perwakilan Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, Pelaku Usaha, serta para pemangku kepentingan lain subsektor ketenagalistrikan yang hadir.

Melalui RUPTL PT PLN (Persero) 2019-2028, Kementerian ESDM telah menginstruksikan kepada PLN agar terus mendorong pengembangan energi terbarukan. Dalam RUPTL terbaru ini, target penambahan pembangkit listrik dari energi terbarukan hingga tahun 2028 adalah sebesar 16.714 MW.

Menurut Jonan, hal terpenting lainnya adalah perluasan akses listrik, Rasio Elektrifikasi tahun lalu (2018) naik sebesar 14 persen dibanding empat tahun terakhir. "Sesuai arahan Presiden, energi harus berkeadilan, tantangannya (harga) harus terjangkau," ujarnya.

Ia meminta PLN dapat merealisasikan target pada tahun 2028 yang tertuang dalam RUPTL seperti total rencana pembangunan pembangkit sebesar 56.395 MW, jaringan transmisi tenaga listrik sepanjang 57.293 kms, gardu induk sebesar 124.341 MVA, jaringan distribusi sepanjang 472.795 kms, dan gardu distribusi sebesar 33.730 MVA.

Dalam RUPTL 2019-2028 ini, Pemerintah juga mendorong penggunaan teknologi pembangkit listrik yang ramah lingkungan. Hal ini telah dilakukan antara lain dengan mendorong penerapan teknologi PLTU Clean Coal Technology (CCT).

Kementerian ESDM juga menginstruksikan kepada PLN agar bauran energi dari gas dapat dijaga sebesar minimum 22 persen pada tahun 2025 dan seterusnya, guna mendukung integrasi pembangkit EBT yang bersifat intermittent (Variable Renewable Energy).

Pemerintah juga berkomitmen bahwa pemanfaatan gas untuk pembangkit listrik memprioritaskan gas di mulut sumur (wellhead). Terkait penggunaan BBM untuk pembangkit listrik, dibatasi maksimal 0,4 persen mulai tahun 2025 yang digunakan hanya untuk daerah perdesaan dan kawasan 3T (Terdepan, Tertinggal, dan Terluar).

Ignasius Jonan berharap kebijakan ketenagalistrikan yang diimplementasikan melalui RUPTL ini dapat didukung oleh semua pihak dalam rangka mewujudkan energi berkeadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.

Pewarta: Afut Syafril Nursyirwan
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2019