Jakarta (ANTARA) - Gempa bumi yang terjadi di Lombok, Nusa Tenggara Barat, Minggu (17/3), dibangkitkan oleh sesar yang belum terpetakan menurut pejabat Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG).

"Gempa kemarin diduga kuat dipicu oleh aktivitas sesar lokal dengan mekanisme turun yang belum terpetakan," kata Kepala Bidang Informasi Gempabumi dan Peringatan Dini Tsunami BMKG Daryono di Jakarta, Senin.

Dia menjelaskan sesar pembangkit gempa dengan magnitudo 5,8 tersebut bukanlah sesar yang menjadi pembangkit gempa Lombok pada 2018. Sesar pembangkit gempa Lombok tahun lalu adalah Sesar Naik Flores dengan mekanisme naik.

Perbedaan mekanisme sumber gempa tersebut menjadi indikator penting bahwa kedua gempa dibangkitkan oleh sumber yang berbeda.

Analisis mekanisme sumber penting dilakukan sebelum menyimpulkan penyebab gempa yang terjadi.

Jika dibandingkan antara Sesar Naik Flores dan Sesar Lokal pembangkit gempa sehari lalu, maka potensi gempa akibat Sesar Naik Flores lebih besar.

"Flores Back Arc Thrust adalah sesar regional, jalur sesarnya sangat panjang dari utara Bali hingga utara Flores sehingga wajar jika mampu membangkitkan gempa besar," katanya.

Kekuatan gempa sangat ditentukan oleh ukuran dan dimensi sesar. Sangat kecil potensi sesar lokal untuk membangkitkan gempa sebesar gempa yang dibangkitkan oleh sesar regional.

Terkait peristiwa gempa Lombok, hingga saat ini para ahli kebumian baru sepakat sebatas penyebab gempa, yaitu bahwa gempa dipicu oleh sesar aktif dengan mekanime turun.

Akan tetapi mengenai mengapa di daratan Pulau Lombok muncul gempa dangkal dengan mekanisme turun, para ahli belum sepakat soal gaya pembangkitnya. Gaya pembangkit gempa Lombok kali ini masih menjadi misteri.

Ada ahli yang menduga gempa dengan mekanisme turun yang terjadi berkaitan dengan dinamika magma yang memicu runtuhan kerak bumi di zona gunung api aktif. Ada pula ahli yang mengemukakan dugaan adanya aktivitas gempa yang memicu sesar turun di zona busur belakang yang menandai terjadinya perluasan di busur belakang.

Selain itu ada pendapat yang mengaitkannya fenomena gravity tectonic, yaitu pembebanan massa gunung yang memicu terjadinya pensesaran turun (normal fault) di kaki gunung.

Pulau Lombok kembali diguncang gempa dengan magnitudo magnitudo 5,4 dan 5,1 pada Minggu 17 Maret 2019 pukul 14.07.26 WIB dan 14.09.19 WIB.

Gempa tersebut selain menimbulkan kerusakan bangunan rumah juga memicu dampak ikutan bencana berupa longsoran lereng yang menelan korban jiwa.

Pemutakhiran peta tingkatan guncangan BMKG menunjukkan dampak gempa yang berpusat di Lombok Timur ini memang berpotensi merusak (destruktif).

Gempa telah menyebabkan 499 rumah rusak ringan dan 28 rumah rusak berat. Selain menimbulkan kerusakan rumah, gempa juga memicu lereng longsor di Kawasan Wisata Air Terjun Tiu Kelep di Kabupaten Lombok Utara, sekitar 24 km arah barat laut dari pusat gempa (episenter).

Hingga Senin (18/3) pukul 11.00 WIB hasil monitoring BMKG menunjukkan adanya 45 kali aktivitas gempa susulan dengan magnitudo terbesar 5,1 di wilayah Lombok Timur.

Baca juga: Pemprov NTB fasilitasi pemulangan WNA Malaysia korban gempa
Baca juga: Tim SAR pastikan sudah tidak ada korban di Tiu Kelep, Lombok

Pewarta: Desi Purnamawati
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2019