"Pertama faktor topografi di mana kemiringan cagar alam Cycloop ini sangat terjal, kemudian lapisan tanahnya sangat tipis, ketika tanahnya tergerus langsung ada batu dibawahnya, lalu diduduki sejumlah tanaman," katanya di Jayapura, Senin.
Ketika tanaman itu tergerus atau tidak ada maka dan pada saat hujan terjadi, memudahkan terjadinya longsor, apalagi ditambah dengan gravitasi dan kemiringan sudut tanah mencapai 40 hingga 60 derajat, ini membuat laju kerusakan saat hujan begitu cepat.
Faktor kedua, adalah karena cuaca. Intensitas hujan sangat tinggi Pada Sabtu (16/3) sore kira-kira pukul 18.00 hingga pukul 23.30 WIT. Hanya dalam waktu lima jam lebih, terjadi penampungan air di kawasan Cagar Alam Cycloop dan mungkin daya tampung terbatas sehingga turun kebawah," katanya.
Faktor yang berikut atau ketiga, kata mantan Sekjen Wantanas itu adalah faktor manusia.
"Saya mendapat laporan dan masukan dari berbagai pihak, termasuk teman-teman asal Papua yang ada di Jakarta, bahwa sebagian dari kawasan Cagar Alam Cycloop sudah dijadikan sebagai kawasan perkebunan," katanya.
Terkait hal ini, kata dia, harus ada komitmen dari semua pihak dan tokoh-tokoh di Papua khususnya di Sentani, agar mengajak segenap masyarakat agar bisa dengan sukarela meninggalkan kawasan tersebut.
"Karena kalau tidak, cepat atau lambat, kita tidak tahu, diantara keluarga kita ini ada didaerah rawan longsor atau banjir, pasti jadi korban. Semalam menurut laporan masih banyak warga yang menonton, jadi tiba-tiba terjadi banjir yang sangat besar dan terbawa arus," katanya.
Doni beraharap ajakan dari pemangku kepentingan terkait perlindungan dan pelestarian Cagar Alam Cycloop bisa diindahkan oleh warga sekitar.
"Kami harapkan juga para tokoh agama, pendeta agar mau mengingatkan kepada warga kita, untuk melindungi cagar alam ini, salah satunya memang ini menjadi komitmen bersama kita semua, dengan mengembalikannya sebagai fungsi konservasi, menanam pohon matoa yang punya nilai ekonomi tinggi," katanya.
Pewarta: Alfian Rumagit
Editor: Muhammad Yusuf
Copyright © ANTARA 2019