Jakarta (ANTARA) - Peneliti dari lembaga kajian INDEF, Esther Sri Astuti, menilai usulan Kartu Indonesia Pintar unuk jenjang perkuliahan bisa diterapkan di Indonesia seperti halnya kredit bagi pelajar (student loan) dengan bunga yang rendah, sehingga tidak memerlukan anggaran fiskal dari APBN.

"Jika KIP kuliah diimplementasikan dengan skema pendanaan student loan maka pelajar akan lebih bersemangat untuk lulus dan cepat mencari pekerjaan karena mereka punya beban moral untuk mengembalikan uang yang dipinjam untuk biaya kuliahnya," kata Esther dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) ketika dimintai tanggapnya mengenai usulan para Calon Wakil Presiden (Cawapres) dalam debat putaran ketiga, di Jakarta, Minggu malam.

Esther menilai, terdapat dua kemungkinan [penerapan skema KIP Kuliah yang diusulkan Cawapres nomor urut 01 Maaruf Amin itu. Skema pertama adalah KIP perkuliahan yang menggunakan dana dari APBN seperti kartu-kartu sosial program pemerintah sebelumnya.

"Namun jika dananya dari APBN, itu akan menjadi beban APBN. Kemudian subsidi APBN juga belum tentu akan mendorong semangat mahasiswa pemegang KIP untuk lulus dengan cepat dan berprestasi karena tidak ada beban mereka untuk mengembalikan," katanya.

Skema kedua adalah KIP Kuliah seperti kredit pelajar (student loan) dengan kerja sama bank BUMN. Skema student loan ini juga sudah diterapkan di beberapa negara seperti Korea Selatan, China dan negara-negara Eropa.

"'Student loan ini nanti harus jangka panjang minimal tiga tahun untuk mereka yang mau kuliah D3 dan empat tahun untuk yang mau kuliah S1. Kemudian dikasih jeda lagi setelah lulus kadang ada jeda untuk mencari pekerjaan," kata Esther.

Esther menyarankan jika pemerintah ingin menerapkan KIP Perkuliahan, maka harus bekerja sama dengan Bank BUMN. Dia menyarankan bunga untuk KIP berskema student loan ini bisa di bawah lima persen dengan tenor 10 tahun.

"Dan perlu selektif juga, Student loan sebaiknya diberikan pada penduduk pada usia kerja," ujar dia.

Jika KIP Perkuliahan diterapkan, Esther meyakini program itu akan mengubah struktur tenaga kerja di Indonesia. Pasalnya, jumlah tenaga kerja lulusan diploma/sarjana akan meningkat. Saat ini, tenaga kerja di Indonesia masih didominasi dengan tingkat pendidikan SD hingga SLTA.

"Oleh karena itu jika KIP Kuliah dapat diimplementasikan di Indonesia maka akan mengubah struktur tingkat pendidikan tenaga kerja dengan tingkat pendidikan paling tinggi SLTA menjadi lulusan diploma atau bahkan sarjana," ujar dia.*


Baca juga: Cawapres agar kuatkan sektor kesehatan, kata IDI

Baca juga: Sandi: Sedekah Putih solusi kekerdilan balita


Pewarta: Indra Arief Pribadi
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019