Jakarta (ANTARA) - Pengembang properti khususnya sub bidang hotel, vila, pusat belanja masih mengincar Bali sebagai lokasi investasi mengingat potensinya dari sektor pariwisata masih sangat besar bahkan di tahun politik sekarang ini.
Suhu politik yang memanas menjelang Pemilu bulan April 2019 justru membuat beberapa pengembang properti berlomba-lomba membangun proyek untuk mendukung pariwisata di Pulau Dewata tersebut.
Adalah Satya Adi direktur dari perusahaan pengembang PT Satya Graha Land yang menjual vila di kawasan Uluwatu, meskipun harganya tidak bisa disebut murah namun barang itu ternyata laku keras, bahkan yang tersisa kini hanya tinggal delapan unit saja.
Dia menjelaskan sentimen positif terhadap pertumbuhan ekonomi dalam negeri dan situasi politik yang stabil menjelang Pemilu membuat membuatnya berhasil menjual unit vila dalam waktu singkat.
Menurut dia bagi investor properti tidak ada lagi istilah lihat dan tunggu (wait and see) di tahun 2019, namun yang mereka pegang adalah instrumen yang akan mereka gunakan untuk berinvestasi dan properti merupakan investasi yang paling aman.
Tidak dipungkiri properti memang masih menjadi investasi yang menguntungkan bagi pengusaha disamping lebih aman juga hasil yang didapat menggiurkan sepanjang lokasinya memang cocok.
Banyak dari grup perusahaan yang awalnya memiliki bisnis utama non properti, namun dalam perkembangannya, mendirikan unit bahkan anak usaha yang bergerak di bidang properti, bahkan dalam beberapa kasus bisnis propertinya lebih menonjol.
Salah satu lokasi menarik untuk berinvestasi properti saat ini berada di Bali, dengan pertimbangan di kawasan tersebut memiliki keunggulan di sektor pariwisata yang jauh lebih maju dibandingkan daerah lain di Indonesia bahkan banyaknya kegiatan internasional diselenggarakan di provinsi ini.
Menjanjikan
Investasi properti di Bali sangat menjanjikan mengingat dalam kurun waktu tiga tahun terakhir, terdapat peningkatan jumlah wisatawan baik domestik maupun internasional. Hal ini tentu berpengaruh terhadap bisnis properti di pulau dewata tersebut.
Bahkan tahun 2018, jumlah wistawan mancanegara tembus 5,7 juta orang, ini sungguh potensi yang luar biasa bagi para investor properti.
Peningkatan jumlah wisatawan tentunya menuntut tumbuhnya fasilitas pariwisata baik itu vila, hotel, klub, dan lain sebagainya. Inilah yang membuat properti tumbuh subur di Bali. Banyak pengusaha melihat hal ini sebagai peluang.
Memiliki kamar hotel atau vila di Bali tentunya menjadi salah satu daya tarik bagi masyarakat, selain dapat ditempati saat akan berwisata, juga dapat disewakan sehingga menjadi alternatif pendapatan yang menjanjikan mengingat Bali memang merupakan surganya wisata.
Untuk memiliki unit hotel atau vila di Bali memang banyak pilihan, namun terdapat beberapa pertimbangan yang harus dipahami sebelum memutuskan untuk membeli. Selain harga, konsumen juga harus melihat langsung lokasi dari properti tersebut.
Salah satu perusahaan konsultan properti pernah menyarankan, sebelum membeli pastikan terlebih dahulu lokasi hotel atau vila tersebut memang dekat dengan objek wisata yang banyak dikunjungi wisatawan, serta yang lebih penting lagi infrastrukturnya telah tersedia untuk menjangkau lokasi.
Kemudian yang harus diperhatikan lagi adalah fasilitas yang terdapat di dalam kawasan tersebut apakah sudah memadai. Seperti beberapa hotel dan vila dilengkapi dengan klub bahkan ada yang berstandar internasional. Hal-hal seperti ini tentunya akan menjadi nilai tambah
Seperti diketahui beberapa lokasi wisata di Bali memang sangat diminati wisatawan manca negara, bahkan untuk menginap di kawasan tersebut, harga bukan lagi menjadi masalah. Seperti di daerah Pecatu dan Uluwatu, harga vila di kawasan tersebut per malamnya bisa mencapai Rp14 juta.
Meskipun demikian ada juga vila atau resort yang mematok dengan harga jauh di bawahnya, dengan harga Rp3 juta per malam. Alasannya tentu ingin mendongkrak jumlah kunjungan turis ke lokasinya, terutama bagi vila dan hotel yang baru dibangun.
Penyumbang terbesar sektor pariwisata bagi Indonesia masih dipegang Bali. Terlihat dari data Badan Pusat Statistik mencatat kedatangan wisman yang datang ke Pulau Bali periode Januari-Agustus 2018 mencapai 4,09 juta kunjungan naik 2,15 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Jumlah tersebut mencapai 72 persen dari total kunjungan wisman sepanjang tahun lalu.
Berdasarkan asal negara, wisman dari Tiongkok yang paling banyak berkunjung ke Bali, yaitu mencapai 962 ribu kemudian diikuti dari Australia 763 ribu kunjungan. Kunjungan wisman ke Bali mencapai puncaknya pada 2017 dan pertumbuhan tertinggi dicapai pada 2004.
Tingkat Penghunian Kamar (TPK) hotel berbintang di Provinsi Bali pada Agustus tahun ini mencapai 73,83 persen. Adapun yang terbesar dicatat oleh hotel dengan klasifikasi bintang 4, yakni mencapai 79,18 persen sedangkan yang terendah hotel berbintang 1 yang hanya mencapai 55,26 persen. Sementara rata-rata menginap tamu hotel adalah 2,83 hari dan yang paling lama di hotel bintang 5 mencapai 3,14 hari.
Selama ini Bali memberikan kontribusi 40 persen dari kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) ke Indonesia. Pada 2018 tercatat 17 juta orang wisman masuk ke Indonesia, dan pada 2019 mencapai 20 juta orang, dengan 50 persen dari total kedatangan wisman tersebut menuju ke Bali.
Sebagai salah satu pusat destinasi pariwisata Indonesia, Bali telah memiliki sejumlah kelengkapan dari kawasan wisata, gedung konferensi internasional, museum, maupun budaya dan adat istiadat masyarakat.
Bali tidak hanya menjadi tempat wisata secara fisik, namun juga menjadi wisata spiritual beberapa waktu terakhir. Berbagai kekayaan yang dimiliki oleh Bali baik SDA maupun SDM, selama ini telah berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi di Bali.
Bayangkan peluang jika kegiatan internasional berlangsung seperti Annual Meeting IMF-World Bank 2018, dipastikan lebih dari 15 ribu orang yang akan datang jatuh cinta dengan Indonesia, dan secara tidak langsung mereka akan menjadi juru bicara dan duta Indonesia, tanpa diminta.
Dampak langsung
Sebagai upaya mendongkak pariwisata di Bali sejauh ini pemerintah terus melakukan berbagai upaya salah satunya dengan memaksimalkan interaksi antara wisatawan dengan masyarakat Bali, baik seni budaya, wisata alam, dan juga spiritualnya.
Pemerintah juga meningkatkan keahlian (skill) masyarakat dengan memberikan pembekalan, pelatihan soft-skill. Dengan demikian masyarakat mendapatkan dampak langsung dari kebijakan pemerintah ini, seperti dengan diberikannya pelatihan bahasa ataupun peningkatan ekonomi kreatif.
Selain itu, diharapkan lembaga terkait seperti Kementerian Pariwisata dan Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) mampu bekerja sama dengan pemerintah daerah dan masyarakat Bali dalam meraih momentum yang baik untuk mempromosikan Indonesia melalui ikon utama kepariwisataan yaitu Bali.
Bali diharapkan tetap bisa menjadi gerbang pariwisata Indonesia. Dukungan pemerintah pusat dengan melibatkan masyarakat Bali dalam berbagai kegiatan yang diadakan, sehingga keuntungan tidak hanya didapatkan oleh pihak tempat wisata atau pihak hotel saja, tapi seluruh masyarakat Bali juga bisa mendapatkan kesejahteraan.
Indonesia harus mendapatkan manfaat jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang untuk kepariwisataan bukan hanya Bali tetapi seluruh masyarakat Indonesia. Selain itu, pengenalan ekonomi kreatif penting dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Dengan terus dipupuknya pariwisata di Bali tentunya akan mendongkrak ekonomi setempat dan ekonomi nasional sehingga menjadi hal wajar kalau Bali masih menjadi incaran dari investor terutama dari sektor properti.*
Baca juga: Waskita ekspansi bisnis properti di Bali
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019