Jakarta (ANTARA) - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mensinyalir adanya 87 transaksi di perusahaan efek (PE) yang dicurigai terkait pencucian uang (money laundring). Jumlah tersebut masih dinilai sedikit dikarenakan jumlah pelapornya hanya 17 perusahaan efek. "Jumlah ini masih terlalu sedikit, jika dibandingkan dengan total jumlah pelapor dan jumlah (suspicious transactions report/STR)," kata Kepala PPATK Yunus Husein di Jakarta, Senin. Yunus mengatakan jumlah pelapor dari perusahaan efek hanya sekitar 9 persen dibandingkan total pelapor yang mencapai 188 instansi, sedangkan jika dilihat dari jumlah STR baru sekitar 0,77 persen dari total STR sebanyak 11.347 . Menurut data PPATK per 30 September 2007 jumlah pelapor dari institusi perbankan mencapai 119 dengan jumlah STR mencapai 10.555, sedangkan manajer investasi jumlah pelapornya sebanyak 3 instansi dengan jumlah STR sekitar 6. Yunus tidak bersedia merinci mengenai ke-87 transaksi tersebut. Mengenai berapa persen dari total transaksi di pasar modal yang terkait money laundring, Yunus mengaku sulit untuk menghitungnya. "Memang ada money laundring yang masuk ke pasar modal, tetapi jumlahnya tidak bisa dikatakan, karena uangnya banyak yang berputar-putar," katanya. Sementara untuk jumlah pedagang valas pelapornya mencapai 18 dengan 108 jumlah STR, instansi dana pensiun hanya 1 pelapor dengan 1 jumlah STR. Sedangkan jumlah pelapor lembaga pembiayaan mencapai 11 pelapor dengan 101 jumlah STR. Untuk asuransi jumlah pelapornya mencapai 19 pelapor dengan jumlah STR mencapai 489. "Jadi kalau Perusahaan Efek jika dibandingkan dengan instansi lain seperti perbankan dan pedagang valas masih sedikit sekali,"ujarnya. Dia menambahkan masih sedikitnya laporan dari perusahaan efek tersebut, dikarenakan banyak perusahaan efek yang baru melapor jika terjadi kasus atau ketika diselidiki oleh pihak berwenang. "Jadi kalau ada kasus mereka baru lapor," katanya. Yunus mengatakan masih banyak pihak di pasar modal yang kurang menyadari adanya money laundering di sektor pasar modal. "Ini terjadi karena adanya anggapan bahwa semua aliran uang sudah terfilter di perbankan, padahal semua orang harus mencurigai akan adanya money loundering," tambahnya.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007