Surabaya (ANTARA News) - Komisi Hak Asasi Manusia (HAM) Asia atau Asian Human Rights Commission (AHRC) yang berkedudukan di Hongkong menyoroti insiden Alastlogo (30/5) dengan mendorong penyelesaian ke peradilan sipil, bukan peradilan militer. "Hal itu tertuang dalam surat AHRC kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang juga kami terima sebagai tembusan," kata Kepala Divisi Operasional LBH Surabaya, Athoillah SH, kepada ANTARA News di Surabaya, Senin. Surat dua lembar tertanggal 12 Oktober itu ditandatangani MOON Jeong Ho selaku Programme Officer dan Urgent Appeals Programme dengan alamat tujuan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Istana Presiden Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta. Dalam surat itu, AHRC merekomendasikan empat hal prinsip yakni penanganan perkara (insiden Alastlogo) masih tertutup, tak ada pemenuhan hak korban, tak adanya pertanggungjawaban komando, dan perlunya penyelesaian ke peradilan sipil. "Kami memang mengirimkan laporan ke AHRC pada awal September lalu dan hanya satu bulan sudah ditanggapi dengan dua tindakan yakni urgent appeals (seruan kepada masyarakat internasional) dan surat kepada presiden," kata Athoillah. Menurut dia, LBH Surabaya melapor ke AHRC karena institusi di dalam negeri tidak bekerja dengan baik, sehingga penyelesaian insiden Alastlogo masih tertutup. "Penanganan perkara itu mengandung tiga prinsip yakni prinsip pertama adalah tertutup, karena Panglima TNI menjanjikan penanganan yan terbuka, namun kami minta audiensi ke Odmil (oditur militer) tidak direspon dan hasil uji Laboratorium Forensik juga tidak dibuka," katanya. Prinsip kedua, katanya, adalah pemenuhan hak korban seperti ganti rugi dan rehabilitasi juga tidak ada. "Apa yang disebut ganti rugi kepada korban di rumah sakit justru merupakan Askeskin (askes bagi keluarga miskin)," katanya. Prinsip ketiga, katanya, adalah tidak adanya pertanggungjawaban komando dalam insiden Alastlogo itu, melainkan 13 prajurit yang dikorbankan, padahal militer itu mengenal mekanisme berjenjang secara komando. "Tiga prinsip yang kami laporkan kepada AHRC itu didukung semuanya dan bahkan AHRC mendorong satu prinsip lagi yakni perlunya peradilan sipil untuk penyelesaian insiden itu sebagai prinsip ke-empat," kata anggota Majelis Etik AJI Surabaya itu. Ia mengatakan surat AHRC kepada Presiden Yudhoyono itu menunjukkan AHRC menilai insiden Alastlogo merupakan hal serius, sehingga Komisi Nasional (Komnas) HAM Indonesia harus tertantang dengan seruan itu. "AHRC biasanya hanya merespon dengan urgent appeals yang ditujukan kepada masyarakat internasional untuk mengirimkan seruan melalui email yang ditujukan kepada sejumlah pejabat di suatu negara, tapi hal itu sudah biasa dilakukan, sedangkan surat langsung kepada presiden menunjukkan keseriusan AHRC," katanya. Insiden Alastlogo menewaskan empat warga Alastlogo akibat tembakan 13 anggota Marinir dengan 10 senjata laras panjang jenis SS-1 berkaliber 5,56 colt dan senjata laras pendek (pistol) jenis FN berkaliber 9 colt. Empat korban tewas adalah Dewi Khotidja binti Juma`atun (21), Mistin (21), Rohman bin Saumar (17), dan Sutam Saruyan (45), kemudian dua korban luka tembak adalah Choirul Anwar (3) dan Asmad (40). (*)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007