Depok (ANTARA News) - Analis masalah Timur Tengah, dari Universitas Indonesia (UI), Broto Wardoyo mengatakan, peran Indonesia dalam menyelesaikan masalah perdamaian di Palestina seharusnya bisa lebih ditingkatkan lagi. "Selama ini Indonesia hanya sebatas memberi dukungan tanpa ada aksi nyata dalam penyelesaian konflik di Palestina," katanya kepada ANTARA News, di Depok, Minggu. Hal itu dikemukakan saat diwawancarai sehubungan dengan kunjungan kenegaraan Presiden Palestina Mahmoud Abbas ke Indonesia, pada Minggu dan Senin( 21-22 Oktober). Jadi, kata dia, Indonesia selama ini tidak memiliki kontribusi yang signifikan dalam penyelesaian masalah Palestina. "Indonesia hanya konsisten menyatakan dukungannya terhadap kemerdekaan Palestina dan senantiasa menolak okupasi Israel atas wilayah Palestina dalam berbagai kesempatan dan di berbagai forum interbasional," katanya. Ia mengatakan, masalah mendasar dalam kebijakan Indonesia terhadap proses perdamaian sebenarnya ada di dialog antara publik (Islam) dengan pemerintah (yang senantiasa sekuler). Tanpa ada penyelesaian dalam benturan kepentingan domestik ini, maka semua upaya akan senantiasa sulit. Menurut dia, Indonesia juga bisa menjembatani dialog kelompok Hamas dan Fatah. Meski demikian, Indonesia tetap harus mempertimbangkan suara negara Arab lainnya seperti Mesir, Arab Saudi, Yordania, ataupun Suriah, mengingat mereka juga memiliki kaitan dengan masalah ini. Namun telaah yang lebih rinci, kata dia, diperlukan dalam menghitung keterlibatan Indonesia dalam masalah ini. Konflik Hamas-Fatah merupakan kombinasi masalah politik (kekuasaan) dan kultur, karena itu penetrasi dalam penyelesaian konflik harus memperhatikan betul kebutuhan-kebutuhan tersebut. "Model penyelesaian dalam kasus GAM-Indonesia, intra-Kamboja, dan Moro-Philipina bisa digabungkan dalam menyelesaikan masalah ini," kata Broto yang pernah mengenyam pendidikan di Ben-Gurion University of the Negev, Israel. "Saya sendiri belum pernah melakukan riset mengenai kemungkinan-kemungkinan tersebut. Jadi masih sebatas ide besar," tambahnya. Ia juga mengatakan, mendekatkan diri dengan Israel dibutuhkan dalam upaya membangun misi menjadi penyampai pesan. Hal ini bisa ditarik sesuai dengan kebutuhan. Dalam kerangka ini, memahami "Jewish cause" menjadi faktor penting. Dengan memahami narasi mereka, lanjut dia --dengan asumsi berbagi narasi yang sama dengan Palestina--maka akan lebih mudah untuk mencari solusi alternatif bagi penyelesaian konflik.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007