"Di Jakarta Timur dan Jakarta Selatan biasanya awal kemarau terjadi akhir Mei 2019, sekarang diperkirakan awal Juni 2019," kata Kepala Bidang Analisis dan Informasi BMKG, Adi Ripaldi saat ditemui di kantor BMKG Jakarta, Kamis.
Sedangkan, di wilayah Jakarta Barat dan Jakarta Utara, musim kemarau yang biasanya berawal akhir Maret menurut prakiraan pada 2019 baru datang pada awal April.
Adi mengatakan, awal musim kemarau di wilayah DKI Jakarta pada 2019 mundur 10 hari dari rata-rata 30 tahunannya.
Keterlambatan itu terjadi karena pengaruh perubahan putar balik arah angin dari angin barat ke angin timur.
"Balik arah angin barat menjadi arah angin timur itu yang menjadikan awal kemarau jadi terlambat," kata Adi.
BMKG memperkirakan puncak musim kemarau terjadi pada Oktober dan November 2019 di wilayah DKI Jakarta.
Adi mengatakan dampak keterlambatan kedatangan musim kemarau di wilayah DKI Jakarta tidak terlalu mengkhawatirkan karena masih ada peluang hujan.
Menurut prakiraan BMKG, awal musim kemarau juga mundur di beberapa wilayah Indonesia yang lain, termasuk Bekasi, Karawang dan Banten.
Namun di wilayah seperti Nusa Tenggara Timur(NTT), Nusa Tenggara Barat(NTB), dan Bali awal musim kemarau datang lebih cepat menurut prakiraan BMKG. Daerah-daerah pertanian di wilayah itu mesti mengantisipasi dampak kekeringan terhadap produksi pangan.
Menurut BMKG, musim kemarau pada 2019 juga lebih kering dibandingkan dengan musim kemarau 2018. Wilayah yang rawan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) seperti Sumatera dan Kalimantan mesti mewaspadai risiko peningkatan kebakaran.
Pewarta: Virna P Setyorini/Laily Rahmawaty
Editor: Alex Sariwating
Copyright © ANTARA 2019