Jakarta (ANTARA News) - Menteri Sekretaris Negara Hatta Rajasa mengatakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akan melantik anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada Selasa (23/12).
"Pelantikan anggota KPU kemungkinan dilakukan Selasa, dari batas batas waktu pemerintah mengesahkan susunan anggota KPU hingga Rabu (24/12)," kata Hatta Rajasa, usai menghadiri silatuhrahmi masyarakat Sumatera Bagian Selatan, di Balai Sidang Jakarta Convention Center, Minggu.
Hatta mengisyaratkan pelantikan hanya dilakukan terhadap enam anggota KPU, atau minus Syamsul Bahri yang saat ini masih berstatus tersangka kasus dugaan korupsi proyek Kawasan Industri Masyarakat Perkebunan, Kabupaten Malang.
Keenam anggota KPU tersebut adalah Abdul Hafiz Anshary, Sri Nuryanti, Endang Sulastri, I Gusti Putu Artha, Andi Nurpati, dan Abdul Aziz.
"Kalau yang bersangkutan (Syamsul Bahri) saja tidak mau dilantik, bagaimana?, yang bersangkutan keberatan untuk dilantik," ujar Hatta.
Syamsul baru-baru ini mengirim surat kepada Presiden yang meminta agar dirinya tidak dilantik dulu sampai status hukumnya jelas dahulu.
Ia menjelaskan Syamsul Bahri sama sekali tidak bersedia dilantik sampai dengan persoalan kasusnya secara hukum tuntas.
Dengan demikian katanya, harus ada penuntasan kasus hukum Syamsul Bahri terlebih dahulu.
"Selama kasus hukum itu belum selesai, artinya yang bersangkutan sendiri tidak bersedia dilantik," katanya.
Menurut Hatta, pengesahan anggota KPU akan dilakukan berdasarkan keputusan presiden yang bunyinya menyangkut pengangkatan dan pelantikan.
"Mengangkat dan melantik itu jadi satu, tidak bisa dipisahkan," katanya.
Ditambahkannya kewenangan melakukan verifikasi dan evaluasi terhadap tujuh calon anggota KPU berada pada DPR.
Karena itu, Presiden berdasarkan undang-undang tidak melakukan verifikasi kecuali hanya meresmikan (mengesahkan) saja.
Ketika ditanya mengenai pengganti Syamsul Bahri, Hatta mengatakan hal itu merupakan kewenangan DPR apakah akan mencari pengganti atau tidak.
Ia juga mengatakan keputusan tersebut merupakan hasil komunikasi dengan pimpinan DPR terkait surat Syamsul Bahri kepada Presiden dan Jaksa Agung soal status hukum yang bersangkutan. (*)
Copyright © ANTARA 2007