Jakarta (ANTARA News) - Ketua Indonesia Police Watch (IPW), Neta S Pane, mengungkapkan 44 kendaraan taktis (rantis) lapis baja buatan Korea Selatan yang akan dipakai korps Brimob Polri tidak dibuat oleh perusahaan yang berpengalaman dalam pembuatan kendaraan semi militer, tetapi oleh perusahaaan pembuat truk sampah. Puluhan rantis yang dibiayai dengan kredit ekspor senilai Rp200 miliar itu tidak memiliki standar keamanan yang maksimal, sehingga bisa membahayakan keselamatan anggota Brimob saat bertugas di daerah konflik, kata Pane. Dikatakannya, Polri seharusnya mengacu kepada standar yang dipakai oleh Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) dalam pengadaan kendaraan semi militer dan militer. "Standar NATO adalah jika rantis terkena bom bermaterikan TNT seberat enam kilogram, maka personel yang ada di dalamnya bisa selamat. Hanya roda kendaraan yang hancur," katanya. Sebanyak 44 rantis yang direncanakan untuk daerah konflik itu dibuat tidak sesuai dengan standar NATO dan tidak memiliki sertifikat dari NATO. Rantis-rantis seharusnya mampu bertahan di segala medan dan memberikan jaminan keamaan saat terkena ledakan bom. Kendaraan ini tidak menjamin keamanan penumpangnya, karena terbuat dari lempeng baja tipis, ujarnya. "Ada kawan saya di militer yang menyebut rantis ini sebagai kaleng `rombeng` (bekas) karena terbuat dari baja tipis," katanya menegaskan. Polri seharusnya berkaca pada proyek yang sama tahun tahun 2001 lalu ketika membeli 20 rantis dari perusahaan yang sama. "Dari 20 rantis itu, 19 unit di antaranya rusak karena tidak ada suku cadang dan susah dalam pemeliharaan. Selain itu, ada kelebihan pembayaran 161 ribu dolar saat pembelian di tahun 2001," ujarnya. Ia mengaku khawatir jika 44 kendaraan itu nantinya dipakai untuk Brimob di daerah konflik, karena bisa jadi banyak angota pasukan elit Polri itu menjadi korban tewas atau luka. IPW juga menyakini bahwa kondisi rantis lapis baja buatan Korea Selatan itu adalah jelek dibandingkan dengan produk dalam negeri sebagaimana yang yang dipakai Polri saat ini, yakni sekitar 100 unit rantis lapis baja. Untuk itu, Kapolri Jenderal Pol Sutanto harus membatalkan proyek ini karena banyak terjadi kejanggalan dan harus berkaca pada proyek yang sama di tahun 2001 lalu. "Kapolri perlu mengkaji ulang proyek ini agar korps Brimob dan anggotanya yang akan memakai kendaraan lapis baja ini tidak dirugikan saat bertugas di medan konflik," katanya. (*)
Copyright © ANTARA 2007