Yangon (ANTARA News) - Junta militer Myanmar, Sabtu, mencabut jam malam yang diberlakukan sejak bulan lalu di kota utama negara itu, Yangon, menyusul penumpasan unjuk rasa besar-besaran. Pengumuman itu disampaikan lewat truk-truk berpengeras suara yang melewati berbagai jalan di kota Yangon. Tidak jelas apakah larangan berkumpul lebih dari lima orang juga telah dilonggarkan. Jam malam tersebut diberlakukan pada 25 September saat puncak dilakukan penumpasan terhadap unjuk rasa yang dipimpin para biksu. Junta militer telah berkuasa selama 45 tahun di negara asia tenggara itu. Belum jelas apakah dicabut pula jam malam di kota Mandalay, yang turut mengalami unjuk rasa besar-besaran menentang junta. Pemerintah mengemukakan 10 orang tewas saat militer membubarkan unjuk rasa besar-besaran tersebut, namun, pemerintah negara-negara Barat mengatakan jumlah korban tewas yang sebenarnya kemungkinan jauh lebih banyak. Tentara dan polisi menggerebek puluhan biara di Yangon maupun tempat lainnya serta menangkap hampir tiga ribu orang maupun biksu. Media pemerintah mengemukakan bahwa hingga pekan ini 377 orang masih ditahan. Penumpasan tersebut telah mengundang kemarahan internasional dan negara-negara barat kemudian menjatuhkan sanksi ekonomi kepada Myanmar. Militer sejak 1962 memerintah di negara yang dulu disebut Burma itu, dan mereka menolak menyerahkan kekuasaan kepada Liga Nasional untuk Demokrasi pimpinan Aung San Suu Kyi, yang memenangi Pemilu 1990, demikian Reuters.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007