"Kebijakan tersebut sebagai salah satu bentuk solusi terhadap rendahnya suplai kebutuhan pokok dan terjadinya disparitas harga di daerah-daerah T3P di sebuah negara kepulauan seperti Indonesia," kata Akhmad Sujadi dalam bedah buku Tol Laut Jokowi Denyut Ekonomi NKRI, di Rumah Umat Kotak Hijau, di Jakarta, Rabu malam.
Akhmad mengatakan, pada awal kebijakan Tol Laut dibuat, banyak pandangan salah mengenai kebijakan tersebut padahal Tol Laut merupakan pelayaran langsung, terjadwal, rutin ada ataupun tidak ada muatan namun tetap berlayar sesuai jadwal yang ditetapkan Pemerintah.
Dia menjelaskan, kapal Tol Laut membawa bahan pokok seperti gula dan beras untuk didistribusikan ke pulau kecil karena di wilayah tersebut tidak ada sawah untuk menanam padi.
"Misalnya selama ini di Nunukan, sebagian didapatkan dari Malaysia, namun setelah ada Tol Laut, kebutuhqn pokok dicukupi dan mengurangi disparitas harga," ujarnya.
Selain itu dia mencontohkan, di daerah Natuna, ada seorang nelayan bernama Hadi, perekonomiannya tumbuh setelah ada Tol Laut karena harga cumi yang dijualnya bisa meningkat drastis.
Menurut dia, sebelum ada Tol Laut, Hadi menjual cumi dengan harga Rp10.000 per kilogram namun bisa dijual Rp40.000 hingga Rp45.000 per kilogram setelah ada Tol Laut.
"Lalu kopra diambil rutin dibawa Tol Laut untuk dipasarkan ke Jakarta dan Surabaya, potensinya sangat besar," katanya.
Dia mengatakan, dalam Tol Laut itu selain menggandeng BUMN, juga melibatkan pelayaran swasta dengan memberikan subsidi kepada pengusaha lokal sehingga dapat mengurangi ongkos murah dan bisa mengurangi harga jual mereka.
Namun saat ini menurut dia subsidi sudah dikurangi misalnya kapal ternak dikurangi subsidi untuk pakan ternak dan dokter hewan.
"Subsidi itu sudah dicabut karena pengusaha sudah untung dari 2015 sejak kebijakan tersebut dibuat," katanya.
Dalam diskusi tersebut, Ketua Umum Kotak Hijau, Fahri Fahruddin mengatakan isu mengenai Tol Laut sangat menarik diperbicangkan karena kebijakan tersebut baru ada di era Pemerintahan Jokowi.
Karena itu menurut dia, tidak mengherankan ketika pertama kali kebijakan itu dibuat, banyak pihak yang tidak percaya lalu membuat plesetan yang tidak baik.
"Persepsi masyarakat yang bermacam ini dirusak kelompok anti-Jokowi, entah tidak mau memahami Tol Laut atau sengaja mengacaukan Tol Laut yang merupakan ide asli Jokowi," ujarnya.
Dia menegaskan setelah Tol Laut dibuat dan sukses maka tidak ada disparitas harga kebutuhan pokok antara wilayah barat dan t imur Indonesia.
Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Yuniardi Ferdinand
Copyright © ANTARA 2019