Jakarta (ANTARA) - Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) menilai pasal 449 ayat 5 UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang mengatur dimulainya waktu tayang hitung cepat atau "quick count" yang hanya boleh dilakukan paling cepat 2 (dua) jam setelah selesai pemungutan suara di wilayah Indonesia bagian Barat, tidak relevan.
"Kami memandang pasal tersebut sudah tidak relevan lagi digunakan pada Pemilu 2019, karena sama persis dengan Pasal 247 ayat 5 UU No 8 Tahun 2012 tentang Pemilu yang sudah dibatalkan Mahkamah Konstitusi (MK) melalui sidang putusan Judicial Review untuk pasal yang terkait hitung cepat," kata Ketua Umum IJTI, Yadi Hendriana dalam keterangan tertulisnya, di Jakarta, Rabu.
Dikatakannya, keputusan MK yang dibacakan oleh Ketua MK Hamdan Zoelva menyatakan pasal 247 ayat (2), ayat (5) dan ayat (6), pasal 291, serta pasal 317 ayat (1) dan ayat (2) bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Dengan keputusan judicial review tersebut, kata Yadi, maka otomatis pasal yang membatasi penayangan hasil hitung cepat tidak berlaku lagi. Ini artinya hasil hitung cepat bisa mulai dilakukan begitu proses pemungutan suara di TPS selesai.
"Bayangkan kalau penayangan hitung cepat baru dimulai pukul 15.00 WIB yang berarti dua jam setelah penghitungan suara di TPS, data masuk mungkin sudah di atas 50 persen," ucap Yadi.
Perlu diketahui dalam pemilu dan pilpres 2014 serta Pilkada DKI 2017 penayangan hasil hitung cepat bisa dilakukan setelah pemungutan suara di TPS selesai dilakukan.
Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2019