Jakarta (ANTARA) - Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas Lembong menanggapi soal defisit neraca perdagangan dan kekalahan mendatangkan investasi dari negara tetangga yang sempat dikeluhkan oleh Presiden Joko Widodo pada Rakornas BKPM Selasa (12/3).
Dalam sambutannya pada Rapat Kerja Kementerian Perdagangan yang digelar di Jakarta, Rabu, Tom, sapaan akrabnya, mengakui bahwa dirinya cukup terkejut saat Presiden menyinggung soal neraca perdagangan yang masih defisit.
"Saya lumayan kaget karena kemarin di acara Rakornas BKPM, dalam sambutannya Presiden mengeluhkan neraca dagang, kekalahan investasi, sampai keluar dari mulut beliau kata bodoh," kata Tom.
Tom mengatakan bahwa keluhan Presiden soal defisit neraca perdagangan tidak disampaikan pada pembukaan acara Raker Kementerian Perdagangan, yang digelar di hari dan tempat yang sama dengan Rakornas BKPM, yakni ICE BSD Serpong, Tangerang, Banten, pada Selasa.
Mantan menteri perdagangan itu sedikit berkelakar di depan peserta Raker Kementerian Perdagangan. "Entah kenapa Presiden marah-marah lagi soal neraca perdagangan, tetapi bukan di acara ibu/bapak, tetapi acara saya. Apa yang ibu/bapak terima sekarang, mungkin beliau anggap hasil kerja saya dari tiga tahun yang lalu, hasil kegagalan saya tiga tahun yang lalu," ungkapnya
Ia mengakui bahwa kinerja ekspor dan investasi Indonesia masih kalah dengan negara tetangga, seperti Malaysia, Thailand dan Vietnam. Ada pun realisasi investasi sepanjang 2018 hanya mencapai Rp Rp721,3 triliun. Dari angka tersebut, target realisasi investasi hanya tercapai 94,3 persen atau tidak mencapat target yang ditetapkan.
Presiden pun menjanjikan akan mencari letak kesalahan Indonesia bisa tertinggal dari negara lain. Sementara menurut Tom, pola kerja di pemerintahan menjadi salah satu penyebab Indonesia tertinggal dari negara-negara ASEAN lainnya.
Ia menyampaikan bahwa pola kerja pemerintahan masih seperti pola kerja di abad 20, yakni didominasi oleh rapat-rapat tatap muka dan surat menyurat yang dinilai sudah ketinggalan zaman. Pola kerja seperti inilah yang ia nilai menjadi kelemahan dasar dari pertumbuhan investasi Indonesia.
"Buat saya, salah satu kelemahan yang cukup fundamental adalah pola kerja kita di birokrasi, di pemerintahan yang masih seperti abad ke-20 sementara di abad ke-21 semuanya serba online, instan, instan messaging, serba kolaboratif di online," katanya.
Pewarta: Mentari Dwi Gayati
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2019