Washington (ANTARA News) - Presiden George W. Bush telah memperluas sanksi terhadap penguasa Myanmar, menuduh mereka melakukan "penganiayaan kejam" terhadap pengunjuk rasa demokrasi, serta mendesak Cina dan India untuk meningkatkan tekanan pada tetangga mereka itu. Ketika mengungkapkan paket kedua tindakan AS dalam kurang dari satu bulan, Bush mengatakan, ia telah menambahkan lagi pemimpin militer Myanmar ke daftar (penguasa) yang telah menghadapi sanksi, dan sudah memerintahkan pengetatan pengawasan ekspor AS ke negara Asia itu. Namun dalam pengakuan tambahan bahwa langkah AS itu saja tidak akan cukup, ia mendesak Cina, India dan negara lainnya di kawasan itu untuk "meninjau kembali perundangan dan kebijakan mereka sendiri" pada Myanmar, bekas Burma. "Penguasa Burma terus saja menantang permintaan dunia untuk menghentikan penganiayaan kejam mereka," kata Bush pada wartawan. "Mereka terus menolak keinginan nyata rakyat Burma untuk hidup dalam kebebasan di bawah pemimpin pilihan mereka sendiri." Pengumuman terakhir Bush itu menyusul berpekan-pekan upaya internasional yang tak berhasil untuk membujuk pemerintah Myanmar agar mengurangi tekanan terhadap para pengunjuk rasa yang mulai September dan berkembang menjadi demonstrasi anti-pemerintah terbesar dalam 20 tahun. Media resmi melaporkan 10 orang telah tewas. Bush mengungkapkan satu set sanksi terbatas bulan lalu yang ditargetkan pada 14 pemimpin militer, memperberat tindakan AS yang telah berlaku selama beberapa tahun tapi hanya memaksakan sedikit perubahan. "Mengingat kekejaman terus-menrus oleh orang-orang itu dan sekutu mereka, AS hari ini menjatuhkan sanksi tambahan," kata Bush Jumat. Tuntutan AS Ia menetapkan 11 lagi pemimpin di bawah sanksi yang ada, termasuk pembekuas aset di AS, dan juga menyebut nama 12 "perorangan dan entitas" baru untuk dicakup oleh hukuman AS itu. Gedung Putih seperti dilaporkan Reuters mengatakan pengetatan Bush atas pengawasan ekspor akan termasuk larangan pada penjualan komputer berpenampilan-tinggi pada Myanmar. Bush minta Palang Merah Internasional diberi akses ke tawanan politik, agar Aung San Suu Kyi dan pemimpin lainnya yang ditahan diperbolehkan berkomunikasi dengan masing-masing lainnya dan bahwa utusan PBB Ibrahim Gambari diperbolehkan kembali. "Dan pada akhirnya, rekonsiliasi minta agar pemerintah Burma membebaskan semua tawanan politik dan memulai perundingan dengan oposisi demokratik di bawah perlindungan PBB," ia mengatakan. Bush mengatakan AS akan "mempertimbangkan langkah tambahan jika pemimpin Burma tidak mengakhiri represi brutal mereka". Menyadari terbatasnya pengaruh AS pada Myanmar, Bush memperbarui permintaannya pada Cina dan India untuk berbuat lebih banyak. Cina, sekutu terdekat junta terkucil itu, telah menyampaikan keprihatinan mengenai tindakan keras itu dan membantu memfasilitasi kunjungan Gambari awal bulan ini, tapi enggan untuk melangkah lebih jauh lagi. Beijing memiliki pengaruh sebagai mitra dagang dan pemasok senjata penting pada Myanmar, sementara India juga memiliki pengaruh ekonomi yang sama. Bush pekan ini menyuarakan ketidaksabaran terhadap tanggapan internasional pada Myanmar. Namun pada Jumat, ia memuji Uni Eropa dan Australia karena "sanksi yang ditarggetkan", menghargai Jepang karena menghentikan bantuan dan menyuarakan apresiasi pada kecaman terhadap junta oleh Singapura, Indonesia dan Filipina. Derek Mitchell, seorang pakar Asia di Pusat Studi Internasional dan Strategis, mengatakan sanksi baru AS itu "pasti bermanfaat dilakukan meskipun tidak ada yang lain yang melakukannya". "Jika kita ingin mendapati negara lainnya menyusul kita harus menetapkan contoh," katanya. Namun ia mengakui Cina dan India telah memperlihatkan tidak ada pertanda untuk menyamai langkah AS itu. (*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007