Jakarta (ANTARA News) -- Rancangan Undang-Undang Pengawasan Obat dan Makanan (RUU POM) yang telah diinisiasi oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) pada awal 2018 lalu akan memperkuat dan meningkatkan kewenangan pengawasan obat dan makanan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dari hulu hingga hilir.
Ketua Komisi IX DPR RI Dede Yusuf mengatakan, UU POM nantinya mampu memperkuat kewenangan BPOM, dimana ke depannya, instansi ini akan mampu melakukan penindakan terhadap pelaku peredaran produk obat dan makanan yang ilegal atau mengandung bahan berbahaya.
"Jadi, (BPOM) nantinya tidak hanya berwenang dalam mengawasi tapi juga melakukan pembinaan hingga penindakan," ujar Dede di Jakarta, Rabu.
Selain dilatarbelakangi keterbatasan kewenangan BPOM dalam melakukan penindakan, inisiatif RUU POM pun berangkat dari kasus seputar obat dan makanan ilegal mulai dari makanan berformalin, vaksin palsu, peredaran produk obat dan makanan di platform e-commerce, hingga endorsement artis-artis terhadap kosmetik ilegal.
Dede menambahkan, progres RUU POM, sejauh ini, sudah masuk tahapan pengumpulan masukan dari tiap-tiap fraksi dan ditargetkan rampung pada bulan Oktober, tepat sebelum berakhirnya masa tugas anggota dewan.
"Selama 2018 kami terlebih dahulu fokus pada penyelesaian UU Kebidanan. Kami menargetkan RUU ini rampung pada Oktober," tambah politisi Partai Demokrat ini.
Ditemui di kesempatan terpisah, Kepala BPOM Penny K. Lukito mengungkapkan, UU POM ini juga dibutuhkan sebagai penguat fungsi pengembangan dan pembinaan. Tak hanya itu, UU POM ini juga diperlukan untuk memfasilitasi industri obat dan makanan dalam rangka meningkatkan daya saing produk dalam negeri dengan luar negeri.
“Saya berharap, adanya UU ini bisa mendukung pengembangan fasilitas pelaku usaha serta menciptakan iklim usaha yang sehat dalam mengedarkan obat dan makanan serta berdaya saing tinggi.” tukas Penny.
Pewarta: PR Wire
Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2019