Palu (ANTARA) - Perempuan dan anak rentan mengalami kekerasan di lokasi pengungsian, baik di Palu, Sigi, Donggala dan juga Parigi Moutong pascabencana gempa, tsunami dan likuifaksi menghantam daerah tersebut.
"Kaum perempuan dan anak, sangat rentan mengalami kekerasan di pengungsian pascabencana gempa, tsunami dan likuifaksi," ucap Kepala Dinas Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Sulawesi Tengah Ihsan Basir, di Palu, Selasa.
Ihsan Basir mengemukakan kondisi sosial, menyangkut posisi perempuan dan anak di masyarakat, status pernikahan, status ekonomi, pascabencana di lokasi pengungsian, menjadi faktor penunjang kerentanan mereka mengalami kekerasan.
Ihsan menyebut sarana dan prasarana yang di bangun di lokasi pengungsian pascabencana, terkadang tidak memperhatikan kebutuhan-kebutuhan khusus yang menunjang pemenuhan perlindungan perempuan dan anak di lokasi pengungsian.
Misalkan, sarana toilet dan kamar mandi yang dibangun seadanya di lokasi pengungsian, cenderung beresiko terjadinya pelecehan seksual.
Jarak toilet dan kamar mandi yang jauh, serta penerangan yang seadanya juga membahayakan keselamatan kaum perempuan dan anak di lokasi-lokasi pengungsian.
Belum lagi, penempatan tenda-tenda penampungan/pengungsian yang mencampuradukan, seluruh masyarakat/korban tanpa memilah berdasarkan jenis kelamin dalam satu lokasi, turut menunjang faktor kerentanan kekerasan terhadap perempuan dan anak.
"Sarana prasarana yang memadai menjadi kunci utama dalam memenuhi hak-hak kaum hawa agar terhindar dari kekerasan," sebut Ihsan.
Ihsan mengutarakan, idealnya pembangunan sarana prasarana di lokasi pengungsian harus mempertimbangkan faktor kenyamanan dan keamanan serta perlindungan terhadap perempuan dan anak.
Baca juga: Komnas Perempuan: kekerasan seksual tertinggi dalam hubungan pacaran
Baca juga: Pengaduan ke Komnas Perempuan meningkat 14 persen
Pewarta: Muhammad Hajiji
Editor: Dewanti Lestari
Copyright © ANTARA 2019