Jakarta (ANTARA) - Ahli hukum perancangan perundang-undangan dari Universitas Brawijaya, Aan Eko Widianto, menyebutkan seharusnya masa jabatan anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sama seperti masa jabatan anggota DPR.
"Seharusnya masa jabatan anggota BPK itu sebagaimana masa jabatan anggota DPR, yaitu memegang masa jabatan selama lima tahun dan dapat dipilih beberapa kali tanpa ada batas waktu yang mengakuinya," jelas Aan di Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta, Senin.
Aan mengatakan hal tersebut ketika memberikan keterangan sebagai ahli yang dihadirkan oleh Rizal Djalil yang merupakan pemohon dalam uji materi UU BPK di Mahkamah Konstitusi.
Aan kemudian menjelaskan bahwa semangat pembahasan masa jabatan anggota BPK terjadi setelah amandemen UUD 1945, karena adanya pengaruh pembatasan masa jabatan presiden yang pada masa itu pernah tidak terbatas.
"Norma UU BPK yang membatasi kekuasaan dan masa jabatan anggota BPK berlebihan karena tidak memiliki alasan rasional yang logis," jelas Aan.
Aan mengatakan hal tersebut karena menurut Aan, BPK bukanlah kekuasaan yang dipegang oleh satu orang saja, melainkan oleh sembilan orang yang bekerja secara kolektif kolegial.
"Sehingga sangat kecil bagi anggota BPK untuk melakukan tindakan kesewenang-wenangan atas jabatannya tersebut," tambah Aan.
BPK dikatakan Aan juga bukanlah pemegang kekuasaan pemerintahan yang menguasai seluruh lini militer, penegakan hukum hingga sektor ekonomi sumber daya alam.
Lebih lanjut Aan menjelaskan berdasarkan kedudukan dan fungsi BPK dalam ketatanegaraan di Indonesia, BPK adalah lembaga yang independen dan mandiri.
"Melalui fungsinya sebagai pengatur anggaran dan pengawasan keuangan negara, anggota BPK memiliki syarat berupa sifat kenegarawanan," ujar Aan.
Sifat kenegarawanan anggota BPK dijelaskan Aan tampak dari fungsi advisorinya yang dapat memberikan pandangan pada pemerintah dalam melakukan pengelolaan keuangan negara.
Pewarta: Maria Rosari Dwi Putri
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2019