Timika, Papua (ANTARA News) - Perang di antara suku Amungmue yang mendiami Kampung Banti berhadapan dengan gabungan antara suku Dani dan Damal yang mendiami Kampung Kimberli, Distrik Tembagapura, Kabupaten Mimika, Papua, yang dimulai sejak Senin (15/10) hingga Kamis dini hari masih terus berkobar. Sementara itu, jumlah korban yang meninggal dunia mencapai delapan orang, dan ada puluhan anggota suku yang terluka akibat terkena panah dan senjata tajam lainnya, serta kerusakan rumah dan harta benda lainnya. Dari Distrik Tembagapura, Kamis dini hari, wartawan ANTARA News melaporkan, perang antar-suku tersebut belum juga berakhir. Suku-suku yang bertikai itu masih saling menyerang menggunakan alat tempur tradisional, seperti panah, parang, dan bebatuan. Menurut Kepala Distrik Tembagapura, Yosias Lossu, jika pada Rabu (17/10) ada korban yang meninggal dunia sebanyak empat orang dengan rincian tiga orang dari suku Dani dan seorang dari suku Amungme, maka pada Kamis dini hari jumlah korban bertambah menjadi delapan orang, terdiri atas lima orang dari suku Dani dan Damal, sedangkan tiga orang dari suku Amungme. "Kami telah berkoordinasi dengan aparat keamanan dari Polsek Tembagapura dan Polres Mimika untuk menghentikan perang suku ini. Begitu pula telah berkoordinasi dengan aparat Brimob Polda Papua yang bertugas mengamankan wilayah tambang PT Freeport. Walaupun begitu perang suku masih juga berkobar, karena setiap kubu belum ingin berdamai," katanya. Menurut dia, pada Rabu (17/10) Kapolres Mimika, AKBP Godhelp Mansnembra, dan Ketua DPRD Mimika, Yosef Kilangin, sudah datang ke Distrik Tembagapura untuk mendamaikan suku-suku yang bertikai itu, namun mereka tidak berhasil datang ke lokasi perang suku karena pada saat itu perang masih berkobar. Yosias mengatakan, ada dugaan bahwa perang suku dipicu oleh kematian salah seorang pria dari suku Dani bernama Magai yang akhirnya menimbulkan kecurigaan bahwa yang bersangkutan dibunuh oleh suku lain. Dia mengatakan, belum genap sebulan suku-suku yang bertikai itu menyepakati perdamaian, namun pada akhirnya kesepakatan itu tidak dilaksanakan lagi. Warga kedua kelompok saling berhadap-hadapan dengan panah, parang dan berbagai jenis senjata tajam lainnya. Pemukiman masyarakat dari kedua kelompok berjarak kurang lebih 4-5 kilometer dari kota Tembagapura. Sementara kedua kampung yang terletak di dataran tinggi itu cuma dipisahkan oleh Kali Kabur, sungai yang mengalirkan material tailing PT Freeport Indonesia (PTFI) ke dataran rendah Mimika. Ketua DPRD Mimika, Drs Yosep Yopi Kilangin, melalui telepon seluler (ponsel)-nya, setelah kembali dari Tembagapura, mengemukakan bahwa perang suku yang terjadi di wilayah itu merupakan rentetan dari konflik yang sudah terjadi sebelumnya.Pada minggu ke tiga September 2007, katanya, warga Banti dan Kimberli sempat terlibat perang suku selama beberapa hari yang dipicu oleh masalah keluarga. "Sampai sekarang, kami belum mengetahui secara jelas masalah apa yang melatarbelakangi warga saling bertikai. Namun, dari informasi yang disampaikan masyarakat dari Tembagapura, konflik yang terjadi sekarang merupakan lanjutan dari persoalan sebelumnya," ujar Kilangin. Dia juga membenarkan kalau korban terus berjatuhan dari kubu-kubu yang bertikai di kampung Banti dan Kimberli, namun identitas para korban belum diketahui secara jelas. Pada minggu ke tiga September 2007, kedua kelompok sempat menandatangani tujuh butir kesepakatan yang isinya, antara lain masing-masing pihak berjanji untuk menghentikan perang dengan menggunakan senjata tajam seperti panah, korban yang terkena panah tidak menuntut ganti rugi, dan jalan umum yang menghubungkan Kampung Banti menuju Tembagapura yang melewati Dusun Kimbeli dibuka kembali untuk digunakan secara bersama oleh semua warga. Kesepakatan itu ditandatangani oleh para tokoh dari kedua kelompok antara lain Elian Kogoya, Kolinus Beanal, Paulus Kimbak, Janes Natkime, Yanus Magai, Eliaser Wamang, Tomi Jamang, Pius Waker, Janes Alom, Marthen Magal, Pdt Obet Jayame, Ayub Elas. Surat kesepakatan perdamaian itu juga ditandatangani oleh Wakil Ketua I DPRD Mimika, Stef Rahangiar. Selain itu, surat tersebut juga ditandatangani Ketua Komisi C DPRD Mimika, Agustinus Anggaibak, Wakapolres Mimika, Kompol Drs M. Yusuf SH, Komandan Detazemen B Brimob Mimika, Kompol Yunus Wali, dan Kepala Distrik Tembagapura, Yosias Lossu. (*)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007