Jakarta (ANTARA) - Atraksi topeng monyet yang kembali muncul di Jakarta menjadi alasan bagi aparat terkait melakukan tindakan tegas berupa razia. Tujuannya agar ibu kota benar-benar bebas dari atraksi tersebut.
Akhir pekan lalu, aparat Dinas Kehutanan DKI Jakarta dan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) menyita delapan kera ekor panjang (Macaca Fascicularis) yang dijadikan media atraksi topeng monyet. Penyitaan dari pelaku usaha topeng monyet dilakukan saat razia di Gang Sawah Lio 8, Jembatan Lima, Jakarta Barat.
Selain menyita delapan kera, tim juga mengamankan dua pelaku usaha beserta sejumlah alat peraga topeng monyet. Dua pelaku usaha topeng monyet ditangkap ketika bersiap untuk berangkat ngamen.
Setelah dicek identitasnya, pelaku menujukkan Karta Tanda Penduduk (KTP). Kedua pelaku berasal dari Cirebon (Jawa Barat).
Hanya saja, untuk pelaku usaha topeng monyet tidak dikenai sanksi melainkan diminta datang ke Dinas Kehutanan DKI Jakarta. Tujuannya supaya tidak mengulang tindakannya, yakni menggunakan kera sebagai sumber mata pencaharian.
Kera dan alat peraga topeng monyet disita agar tidak lagi digunakan untuk atraksi. Kemudian pelakunya yang diminta datang ke Dinas Kehutanan untuk diberi pembinaan dan pengarahan agar tidak melakukan usahanya lagi.
Petugas BKSDA dan Dinas Kehutanan DKI Jakarta kemudian menyerahkan barang bukti kera dan alat peraga topeng monyet kepada Jakarta Animal Aid Network (JAAN) untuk dilakukan rehabilitasi. Namun sebelum proses rehabilitasi, pihak JAAN akan melakukan tes kesehatan kepada delapan monyet di Gunung Sindur, Bogor, Jawa Barat.
Saat berlangsung penyitaan, teridentifikasi satu kera bersin-bersin hingga keluar ingusnya. Ada dugaan sementara terkena flu, namun untuk kepastiannya masih menunggu hasil laboratorium.
Jika hasil tes kesehatan kera teridentifikasi terkena tuberkulosis (TBC) dan rabies maka pihak JAAN akan bekerja sama dengan Dinas Kesehatan untuk melakukan pengecekan kesehatan. Pengecekan kesehatan tidak saja terhadap monyet atau keranya, namun juga kepada pemilik topeng monyet.
Setelah dilakukan tes kesehatan nantinya delapan kera ini akan direhabilitasi di pusat rehabilitasi eks topeng monyet di Cikole, Lembang, Bandung (Jawa Barat).
Baca juga: Pelaku usaha topeng monyet harus ditindak tegas
Hentikan Pelatihan
Menurut Kepala Dinas Kehutanan DKI Jakarta Suzi Marsitawati mengatakan saat razia di Jakarta Barat, petugas dari Dinas Kehutanan tidak melakukan penangkapan terhadap para pelaku. Hal itu dilakukan mengingat belum adanya regulasi larangan topeng monyet yang memuat sanksi tegas bagi para pelaku.
Yang jelas, pencegahan masuknya kelompok usaha topeng monyet ke Jakarta tidak hanya dilakukan melalui razia. Namun juga mendorong pihak terkait lainnya agar tempat-tempat pelatihan topeng monyet di beberapa daerah dihentikan.
Dinas Kehutanan dan BKSDA DKI Jakarta telah berkoordinasi dengan pemerintah pusat untuk menghentikan kegiatan pelatihan atau "sekolah" topeng monyet yang berada di Jawa Barat. Selama tempat melatih kera itu masih ada, maka tidak mudah menghentikan keinginan menghentikan munculnya kelompok yang mengusahakan topeng monyet sebagai pekerjaan.
Berdasarkan inormasi yang diterima Dinas Kehutanan dan BKSDA Jakarta, tempat-tempat pelatihan topeng monyet berdi Sumedang, Tasikmalaya dan Cirebon. Semua di Jawa Barat.
Ke depan, jika kelompok topeng monyet itu masih masuk Jakarta, akan dijerat dengan KUHP pasal penyiksaan hewan. Dengan tindakan tegas itu dharapkan tempat pelatihan topeng monyet tutup dan tidak ada lagi topeng monyet dari daerah-daerah.
Untuk sementara, Dinas Kehutanan DKI tidak melakukan penangkapan terhadap pelaku usaha topeng monyet. Yang dilakukan adalah upaya persuasif dan pemberitahuan bahwa kegiatan yang mereka lakukan dilarang.
Hasil rapat koordinasi dengan BKSDA salah satunya adalah mendorong Dinas Kehutanan untuk menyusun perda tentang larangan topeng monyet.
Pemerintah provinsi memang belum membuat perda yang memuat sanksi bagi para pelaku usaha topeng monyet yang bertujuan untuk mberikan efek jera. Pemerintah harus mencari solusi untuk memberikan alih profesi bagi pelaku usaha topeng monyet.
Baca juga: JAAN bersama Pemprov DKI merazia topeng monyet
Luar Jakarta
Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Ahmad Munawir mengatakan hukuman yang terdapat di pasal 302 KUHP belum diterapkan kepada pelaku usaha topeng monyet. Kebanyakan para pelakunya ini dibina oleh Dinas Sosial untuk dididik dan mendapatkan pelatihan supaya tidak melakukan atraksi topeng monyet lagi.
Berdasarkan identifikasi, mayoritas pelaku usaha topeng monyet berasal dari luar Jakarta. Setelah pembinaan itu, pelaku usaha topeng monyet diminta pula ke daerahnya masing-masing.
Bagi JAAN, razia topeng monyet itu sebagai langkah yang tepat. Tanpa ada tindakan tegas berupa razia dan penegakan aturan, dikhawatirkan topeng monyet akan marak di Jakarta.
Itulah sebabnya, JAAN mendukung Dinas Kehutanan mendesak pemerintah mengeluarkan peraturan untuk memberikan sanksi kepada para pelaku usaha topeng monyet. Ke depan harus ada aturan yang mengatur berkoordinasi terkait pelarangan topng monyet.
Pihaknya pun mendorong agar ada peraturan tegas dengan menambah berat sanksi bagi para pelaku. Ini dinilai penting agar ada efek jera kepada pelakunya.
Kepala Divisi Satwa Liar JAAN Rahmat Zai menyatakan pelaku usaha topeng monyet harus ditindak tegas. Hukuman kepada pelaku usaha topeng monyet salah satunya diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) pasal 302 tentang penyiksaan hewan.
Namun ketentuan hukuman dalam pasal tersebut dikeluarkan pada zaman Belanda. Sanksi yang diberikan pun tergolong ringan, yaitu kurungan penjara selama tiga bulan dan denda Rp2.500.
Baca juga: JAAN: waspadai penyakit menular dari topeng monyet
Penyiksaan
Atraksi topeng monyet melanggar KUHP karena merupakan bentuk eksploitasi dan kekerasan terhadap hewan untuk semata-mata memperoleh keuntungan dari hewan tersebut. Namun sanksinya masih terbilang ringan sehingga mereka yang tertangkap tidak jera dan berusaha untuk tetap kembali ke Jakarta.
Dengan hukuman yang ringan, pelaku masih bisa mencari celah untuk tetap melakukan usaha topeng monyet di Jakarta. Meski monyet atau keranya telah disita, pelaku berusaha melanjutkan usaha topeng monyetnya dengan menyewa monyet yang lain.
Bahkan ada temuan bahwa pelaku sampai melakukan kredit monyet. Artinya, menyewa atau membeli monyet dengan cara mengkredit yang angsurannya berasal dari pendapatan saat atraksi.
JAAN pun mendorong seluruh pemerintah provinsi di Indonesia untuk membuat surat keputusan yang mengatur pelarangan topeng monyet karena hal tersebut adalah bentuk eksploitasi dan penyiksaan hewan. Selain DKI Jakarta, beberapa provinsi di Indonesia sudah mengeluarkan edaran pelarangan topeng monyet di antaranya Jawa Barat, Jawa Tengah, DIY dan Jawa Timur.
Selain melanggar KUHP, topeng monyet juga melanggar Peraturan Kementan Nomor 95 Tahun 2012 tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Kesejahteraan Hewan, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 Pasal 66 ayat 2 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 1995 tentang Pengawasan Hewan Rentan Rabies dan Peraturan Daerah Nomor 2007 Pasal 11 ayat 2 tentang Ketertiban Umum.
Meski telah ada aturan mengenai pelarangan topeng monyet, tetapi atraksi itu masih kerap muncul di permukiman penduduk. Tidak hanya di Jakarta, tetapi juga di daerah-daerah.
Butuh keseriusan dan ketegasan untuk menyikapinya. Namun juga bijak dalam menindaknya terutama terkait alih profesi bagi orang-orang yang selama ini menggeluti dan menggantungkan hidupnya dari usaha tersebut.
Baca juga: Sekolah topeng monyet harus segera ditutup
Pewarta: Sri Muryono dan SDP XIX-10
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2019