Cilacap (ANTARA News) - Redi Martin (19), seorang Tenaga Kerja Indonesia (TKI) asal Desa Kalikudi, Kecamatan Adipala, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, meninggal dunia di Malaysia pada tanggal 5 Oktober 2007, dan diperkirakan akan tiba di kampung halamannya pada Kamis (18/10). "Kematian korban diduga karena dianiaya oleh aparat keamanan Malaysia, namun kami belum mengetahui secara pasti penyebab penganiayaan tersebut," kata paman korban, Saidi, kepada ANTARA News, Rabu malam. Menurut dia, kabar kematian tersebut diperolehnya dari seorang pegawai di Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di Johor Baru Malaysia pada 10 Oktober 2007. Ia mengatakan, pegawai itu menemukan nomor telepon sebuah Perusahaan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS) di Jakarta yang merupakan kantor ibu korban, Maryati. "Kebetulan pada saat menelepon, Maryati sedang mudik ke Cilacap dan oleh kepala kantor dihubungkan ke nomor telepon kami," katanya. Dalam pembicaraan tersebut, kata dia, diketahui bahwa korban telah meninggal dunia akibat penganiayaan sekitar tanggal 5 Oktober lalu. Ia mengatakan, pihak keluarga juga ditawarkan bahwa korban akan dimakamkan di Malaysia atau di Indonesia. "Jika di Indonesia, kami harus mengurus pemulangan dengan biaya sendiri lantaran saat ini status korban sudah menjadi tenaga kerja ilegal," katanya. Menurut Saidi, awalnya korban berangkat sebagai TKI resmi melalui sebuah PPTKI untuk bekerja di salah satu taman bunga sekitar tahun 2005. "Saya lupa nama PPTKI-nya, namun kantor perwakilannya ada di desa ini," katanya. Namun karena merasa kurang puas dengan penghasilannya, kata dia, korban pindah bekerja di perkebunan kelapa sawit secara ilegal. Menurut dia, meskipun sudah ilegal, Sulardi dari perwakilan PPTKI itu telah menyatakan siap mengurus proses pemulangan jenazah korban. "Saat ini Pak Sulardi sedang berada di Malaysia untuk mengurus pemulangan jenazah yang diperkirakan akan tiba di Yogyakarta besok siang (Kamis)," katanya. Meskipun dinyatakan sebagai TKI ilegal, kata dia, keluarga korban kelak akan menuntut secara hukum kasus penganiayaan yang menyebabkan kematian itu. (*)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007