Dedi Prasetyo menuturkan di Gedung Mabes Polri, Jakarta, Jumat, mengatakan batasan tersebut di atur dalam Pasal 6 UU Nomor 9 Tahun 1998.
Pasal 6 mengatur warga negara yang menyampaikan pendapat di muka umum berkewajiban dan bertanggung jawab menghormati hak-hak dan kebebasan orang lain, menghormati aturan-aturan moral yang diakui umum, menaati hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, menjaga dan menghormati keamanan dan ketertiban umum dan menjaga keutuhan persatuan dan kesatuan bangsa.
"Ini harus dijaga bersama. Apabila menyampaikan pendapat sebebasnya dan semaunya, sementara ada pihak yang dirugikan dari ucapan, narasi yang disampaikan," kata Dedi Prasetyo.
Apalagi bila narasi yang disampaikan jauh dari fakta sehingga berpotensi menjadi penyebaran berita bohong dan merugikan pihak lain.
Terkait penangkapan aktivis HAM Robertus Robet (47) pada Kamis dini hari, penyidik disebut Dedi telah melakukan perhitungan dan pertimbangan dari aspek keamanan dan ketertiban masyarakat dari kegaduhan di media sosial.
Robertus Robet telah diperbolehkan pulang setelah menjalani pemeriksaan di Bareskrim Polri sebagai tersangka kasus penghinaan terhadap penguasa atau badan hukum pada Kamis (7/3) sore.
Ia ditangkap karena memplesetkan Mars TNI saat berorasi dalam Aksi Kamisan di depan Istana Negara, Jakarta, 28 Februari 2019 lalu. Rekaman videonya kemudian beredar di media sosial.
Atas perbuatannya, ia diancam dengan pasal penghinaan terhadap penguasa atau badan umum yang ada di Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 207 KUHP.
Baca juga: Robertus Robet diperbolehkan pulang usai diperiksa Bareskrim
Baca juga: Politikus PDI Perjuangan sebut penangkapan Robertus Robet berlebihan
Baca juga: Pengamat nilai penangkapan Robertus Robert ancam kebebasan sipil
Pewarta: Dyah Dwi Astuti
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2019