Jakarta (ANTARA) - "Perjalanan adalah kesunyian masing-masing" demikian Famega Syavira Putri, penulis buku Kelana menyadur puisi Chairil Anwar.

Perempuan kelahiran 1985 di Magelang, Jawa Tengah itu mewujudkan mimpinya berkeliling dunia. Indonesia-Afrika, melewati 18 negara dan 44 kota selama 4,5 bulan, menempuh 23.181 kilometer tanpa terbang dengan burung besi.

Melalui perjalanan darat, dirinya mengaku dapat lebih merasakan dan melihat berbagai tempat secara detail. Menyusuri kilometer demi kilometer bumi, menyaksikan sendiri perubahan bentang alam maupun iklim--dari panas menjadi dingin dan menjadi panas lagi.

Bepergian melalui jalur darat, telah membawanya lebih dekat dengan penduduk lokal, dengan orang-orang dari beragam budaya dan latar belakang.

"Saya ingin melihat bagaimana orang-orang hidup dengan adat dan budayanya di sepanjang jalan. Saya ingin melihat dan merayakan perbedaan," ujar Fame, demikian ia biasa disapa.

Ia memulai perjalanannya dari Riau, Indonesia dan lanjut ke Malaysia, Thailand, Laos, Vietnam, Cina, Mongolia, Rusia, Estonia, Latvia, Lithuania, Polandia, Republik Ceko, Swiss, Prancis dan Spanyol sebelum akhirnya mencapai destinasinya di Maroko, pintu gerbang menuju Afrika.

Menurut Fame, perjalanan darat merupakan salah satu cara untuk mengurangi jejak karbon, setidaknya tidak lebih banyak dibandingkan menempuh perjalan dengan pesawat.

"Bus dan kereta menghasilkan lebih sedikit jejak karbon, dan dengan 'hitchhiking', saya hanya menebeng kendaraan yang memang akan menuju tempat sama," katanya.

Famega Syavira Putri menuliskan perjalanan darat Indonesia-Afrika dalam buku berjudul Kelana. (ANTARA News/Istimewa)

Pentingnya perencanaan

Bagi Fame, perencanaan merupakan hal krusial dalam melakukan perjalanannya, terutama riset rute perjalanan serta persiapan dokumen-dokumen yang diperlukan.

"Riset tempat tujuan yang akan didatangi, dan menggunakan pakaian apa yang cocok digunakan di lokasi tujuan," katanya.

Dalam melakukan perjalan solonya, ia menyarankan untuk tidak terlihat bingung. "Jangan lugu. Kalau traveling sendiri itu bertanggung jawab terhadap diri sendiri. Jangan datang ke lokasi tujuan pada malam hari atau sudah gelap. Kalau enggak mengerti, pura-pura sok tahu aja," kata Fame.

Fame juga menyarankan untuk membawa barang seperlunya, karena terlalu banyak membawa barang bisa membuat repot dalam perjalanan.

"Kalau saya menggunakan ransel ukuran 32 liter. Pakaian, kamera, laptop, alat make-up masuk ke ransel itu. Di tempat tujuan, juga harus rajin nyuci," katanya.

Dalam perjalanannya Indonesia-Afrika, ia memetik suatu pelajaran, yakni bersatu dalam kemanusiaan.

"Maka perjalanan ini adalah perjalanan merayakan perbedaan. Kita semua berbeda, tapi bersatu dalam kemanusiaan," ucap Fame.

(Penulis: Peserta Susdape XIX/Zubi Mahrofi)

Pewarta: Peserta Susdape XIX/Zubi Mahrofi
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2019