Jakarta (ANTARA) - Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) telah menerima 426 pengaduan terkait fintech "peer to peer" (P2P) lending, dengan keluhan penagihan kasar mendominasi jumlah pengaduan selama periode Januari - Maret 2019.
"Kami dari AFPI selama Januari hingga Maret ini, jumlah pengadu ada 426 aduan yang mengadukan 510 platform P2P lending," ujar Wakil Ketua Umum AFPI Sunu Widyatmoko kepada wartawan di Jakarta, Rabu.
Dia menjelaskan bahwa dari 510 platform yang diadukan tersebut, 70 persen di antaranya merupakan fintech yang tidak terdaftar di OJK atau ilegal, sedangkan 30 persen lainnya merupakan anggota AFPI.
"Kalau kita kategori dari beberapa aduan tersebut, terkait aduan mengenai akses data pribadi sebesar 41 persen, terkait dengan keluhan penagihan kasar yakni 43 persen, kalau mengenai bunga dan denda yakni 10 persen. Jadi pengaduan paling banyak terkait dengan soal penagihan," kata Sunu dalam konferensi pers.
Dia juga menambahkan bahwa pihaknya sudah mengajukan beberapa platform, anggota AFPI, yang diadukan tersebut kepada komite etik untuk ditelaah lebih lanjut.
"Komite etik itu yang akan melakukan verifikasi berdasarkan data yang disampaikan oleh pengadu, kemudian mendapatkan penjelasan dari platform yang bersangkutan, lalu berdasarkan pertimbangan-pertimbangan itu mereka akan melakukan kajian dan analisa, serta memberikan rekomendasi kepada pengurus," ujar Sunu.
Menurut dia, rekomendasi dari komite etik yang akan diserahkan kepada pengurus itu bisa berupa peringatan, pembekuan hingga dikeluarkan bagi platform fintech P2P lending yang diadukan.
"Saya ingin menyampaikan bahwa tidak hanya berhenti di tahap pengaduan, namun sudah ditindaklanjuti oleh kami. Sudah ada beberapa platform, tidak satu tapi yang jelas lebih dari satu, yang sudah dalam proses dikaji oleh komite etik," tutur Sunu.
Pewarta: Aji Cakti
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2019