Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid mengemukakan sebagian materi sosialisasi Empat Pilar berisi sejarah untuk menyegarkan ingatan masyarakat terhadap sejarah perjuangan bangsa sekaligus mempertebal rasa cinta terhadap Bangsa Indonesia.
"Kita tidak mungkin mencintai Indonesia kalau kita tidak mengenalnya dengan baik. Inilah salah satu fungsi kegiatan sosialisasi, mengenalkan sejarah bangsa kepada masyarakat agar timbul perasaan cinta yang makin besar kepada bangsa dan negara," kata Hidayat Nur Wahid dalam siaran pers yang diterima ANTARA di Jakarta, Selasa.
Hidayat menegakan pentingnya sosialisasi Empat Pilar ini untuk diikuti seluruh lapisan masyarakat. Sosialisasi bisa menyegarkan ingatan masyarakat terhadap sejarah perjuangan bangsanya.
Sejauh ini MPR sudah melakukan kerjasama dengan berbagai kelompok masyarakat untuk melakukan sosialisasi. Mulai dari masyarakat di lingkungan RT RW, sekolah, ormas, hingga organisasi profesi maupun kelompok masyarakat yang lain.
Sosialisasi pertama dilaksanakan sejak tahun 2004. Waktu itu MPR menggunakan istilah sosialisasi keputusan MPR.
Tahun 2009, istilah itu berubah menjadi sosialisasi kehidupan berbangsa dan bernegara. Tetapi istilah tersebut diuji (judicial review) sehingga sejak 2014, istilah yang dipakai menjadi sosialisasi Empat Pilar MPR.
Pernyataan itu disampaikan Hidayat Nur Wahid saat memberikan materi sosialisasi Empat Pilar di hadapan masyarakat Cempaka Putih Jakarta Pusat. Sosialisasi hasil kerja sama MPR dengan Yayasan Indonesia Sehat Sejahtera itu berlangsung di aula Masjid An Nizhom, Komplek Perkantoran Tawa Kerbau, Jalan Rawa Dari, Cempaka Putih, Jakarta Pusat, Senin (4/3).
Ikut hadir pada acara tersebut Ketua Yayasan Indonesia Cerdas sejahtera Fernando. Hidayat juga menyampaikan, sejak dulu banyak ulama yang ikut berjuang mempertahankan NKRI.
Salah satu peristiwa yang tidak bisa dilupakan terjadi ketika sila pertama Pancasila diprotes oleh perwakilan Indonesia Timur yang mengancam akan keluar dari NKRI, jika Piagam Jakarta tidak diubah.
Mendapat laporan seperti itu, Ki Bagus Hadikusumo, KH Wahid Hasyim, Mr Kasman Singodimedjo dan Tengku Muhammad Hasan segera berembuk.
"Hasilnya, mereka mau menghapus tujuh kata pada piagam Jakarta, dan menggantinya menjadi bunyi Pancasila seperti yang kita temui sekarang. Semua itu dilakukan demi menjaga keutuhan NKRI yang diproklamirkan pada 17 Agustus 1945", kata Hidayat.
Kisah-kisah seperti itu, kata Hidayat, harus disampaikan dan dimengerti oleh generasi muda, agar menimbulkan nasionalisme dan rasa cinta terhadap bangsa dan negara.
Baca juga: Hidayat Nur Wahid tegaskan demokrasi bukan bid'ah
Baca juga: Hidayat Nur Wahid katakan Pancasila idiologi yang hidup di masyarakat
Baca juga: Hidayat terima permohonan maaf Tribunnews.com terkait berita Jan Ethes
Pewarta: Jaka Sugiyanta
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2019