"Rencana ULV ini akan kami maksimalkan untuk membantu pengasapan di beberapa pemukiman lain yang menjadi endemi wabah DBD," ujar Didik.
Tulungagung, Jatim (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Tulungagung mendatangkan alat low volume (ULV) untuk melakukan pengasapan atau "fogging" guna membasmi nyamuk aedes eagypti yang membawa virus penyebab penyakit demam berdarah dengue (DBD) yang kasusnya masih cukup tinggi selama tiga bulan terakhir.
"Alat ini kami pinjam untuk penggunaan sampai sebulan ke depan, dengan wilayah sasaran yang telah ditentukan," kata Kasi Pengendalian Penyakit Menular Dinkes Tulungagung, Jawa Timur Didik Eka di Tulungagung, Senin.
Pemanfaatan ULV dilakukan pertama kali dalam acara bakti sosial yang digelar Polres Tulungagung bekerja sama dengan jajaran tiga pilar, termasuk pemkab setempat di wilayah Desa Campurdarat, Kecamatan Campurdarat.
Alat ULV yang diangkut menggunakan mobil pikap sejak pagi sekitar pukul 06.00 WIB sudah dioperasikan menyemprotkan kabut tipis insektisida tanpa campuran bahan bakar solar sebagaimana biasa digunakan pada alat fogging biasa.
Beberapa wilayah permukiman menjadi sasaran penyemprotan. Sempat terhenti sekitar sejam seiring seremoni bakti sosial fogging dan pembagian obat abate untuk pembasmi telur serangga dan jentik nyamuk kepada masyarakat, aksi dilanjutkan menjelang siang hingga seluruh desa "tersentuh" kegiatan pengasapan.
"Rencananya ULV ini akan kami maksimalkan pemanfaatannya untuk membantu pengasapan di beberapa pemukiman lain yang menjadi endemi wabah DBD," ujar Didik.
Dia mengatakan, ULV lebih efektif dibanding alat fogging biasa. Meski pengeluaran untuk operasional alat ini lebih tinggi Rp500 ribu, namun wilayah yang dijangkau lebih luas.
Sebagai perbandingan dengan alat fogging yang dimiliki oleh Dinkes Tulungagung, dengan biaya Rp1,5 juta untuk radius 200 meter, sedang dengan ULV, dengan biaya Rp2 juta cukup untuk satu desa.
"Asal saat fogging seluruh pintu dan jendela di buka," kata Didik.
Pada ULV, kadar insektisida menggunakan Cypermetrin 100 EC, sedang pada alat fogging sistem panas menggunakan cypermetrin 25 EC.
Jika alat fogging yang dimiliki oleh Dinkes Tulungagung beban biayanya rata-rata Rp1,5 juta untuk radius 200 meter, sedang dengan ULV, dengan biaya Rp2 juta cukup untuk satu desa.
"Dengan menambah biaya 500 ribu, kita bisa lakukan fogging lebih luas," katanya.
Kedepanya pihaknya akan mengusulkan pengadaan alat ini. Meski diakui harganya cukup mahal, sekitar Rp500 juta per unitnya dibandingkan sistem panas yang 15 juta per uninya.
"Kami akan mengusulkan pengadaan ULV. Semoga bisa dianggarkan untuk mencegah merebaknya wabah DBD seperti kembali terjadi tahun ini," kata Didik Eka.
Sementara itu Plt Bupati Tulungagung, Maryoto Birowo mengatakan butuh penanganan khusus terhadap kasus DBD ini, termasuk pengadaan alat fogging (pengasapan) seperti ULV yang dipinjam dari Provinsi.
"Akan kami anggarkan untuk meningkatkan peralatan fogging kita," kata Maryoto.
Selain dengan fogging dan pemberian larvasida, Maryoto meminta setiap camat untuk melakukan gerakan masal 3M plus setiap minggu di desa-desa.
Penularan DBD di Tulungagung pada tahun ini cukup tinggi, yakni mencapai 464 kasus per 4 Maret 2019.
Angka itu tercatat tertinggi kedua di Jatim.
Pewarta: Destyan H. Sujarwoko
Editor: Masnun
Copyright © ANTARA 2019