“Mengingat kerentanan kawasan terhadap bencana alam, ASEAN membutuhkan sektor keuangan untuk mengembangkan instrumen dan produk keuangan baru yang akan memperkuat ketahanan finansial terhadap bencana,” kata Lim dalam Jakarta Forum on East Asia Financial Cooperation di Jakarta, Senin.
Inisiatif yang telah ada diantaranya Fasilitas Asuransi Risiko Bencana Asia Tenggara (SEADRIF), sejauh ini masih berupaya mendorong pasar modal asuransi untuk pembiayaan risiko bencana.
Selain penanggulangan bencana, Lim juga menyoroti pentingnya kerja sama pembiayaan infrastruktur dan teknologi digital.
Pembiayaan infrastruktur perlu diperhatikan karena berbagai opsi pembiayaan yang digunakan dalam investasi pembangunan masih terbatas.
“Upaya tambahan dalam pembiayaan (infrastruktur) domestik diperlukan untuk menutup kesenjangan keuangan yang signifikan dalam investasi infrastruktur di kawasan,” kata Lim.
Berbagai upaya seperti asuransi infrastruktur, meningkatkan pendapatan pajak, dan meningkatkan dukungan publik cukup menjanjikan untuk dieksplorasi lebih lanjut.
Bidang ketiga yang membutuhkan perhatian dari sektor keuangan adalah revolusi digital melalui teknologi yang mencakup efisiensi intermediasi keuangan.
Salah satu contoh yang dapat dikembangkan adalah inovasi dalam sistem pembayaran dan potensi untuk menurunkan biaya layanan keuangan untuk meningkatkan akses keuangan, terutama bagi UMKM.
“Karena kawasan ini terus terintegrasi, teknologi keuangan juga terus memainkan peran penting,” tutur Lim.
Baca juga: Asia Timur diharapkan terus jadi mesin pertumbuhan global
Baca juga: Ini lima tantangan ekonomi Asia Timur, sebut Menkeu
Diselenggarakan oleh The Habibie Center dengan dukungan Misi China untuk ASEAN dan Misi Filipina untuk ASEAN, Jakarta Forum on East Asia Financial Cooperation bertujuan mengetahui titik pertumbuhan baru dan jalur kerja sama keuangan Asia Timur yang mulai berkembang setelah krisis 1998.
Setelah lebih dari 20 tahun, kerja sama keuangan di kawasan ini menunjukkan kemajuan signifikan, antara lain dengan semakin matangnya proses Chiang Mai Initiative Multilateralization (CMIM), sebuah pengaturan pertukaran mata uang multilateral antara anggota ASEAN+3 yang mulai berlaku pada 24 Maret 2010.
Selain itu, Kantor Penelitian Ekonomi Makro ASEAN+3 (AMRO) telah berkembang menjadi organisasi internasional dengan kemampuan pengawasannya terhadap risiko keuangan regional yang semakin meningkat.
Di sisi lain, situasi keuangan regional dan internasional yang kompleks dan cepat berubah melatarbelakangi semakin pentingnya negara-negara di Asia Timur untuk memainkan peran yang lebih besar dalam menjaga stabilitas keuangan regional dan global melalui kerja sama keuangan.
Asia Timur, kini dihadapkan pada tantangan untuk meningkatkan kerja sama keuangan di kawasan.
Untuk meningkatkan prospek kerja sama keuangan Asia Timur, menurut Lim, negara-negara di kawasan harus terus berkomitmen pada reformasi sektor keuangan, termasuk penguatan peraturan dan pengembangan mekanisme untuk menghadapi krisis.
Selain itu, ada kebutuhan untuk memperdalam integrasi pasar di Asia Timur, khususnya dalam integrasi keuangan.
"Negara-negara Asia Timur telah sangat terintegrasi dalam hal produksi regional dan rantai pasokan, tetapi hubungan keuangan masih terbatas. Sekarang saatnya untuk melanjutkan komitmen itu dengan beralih dari kegiatan bersama ke inisiatif yang mempromosikan integrasi yang lebih besar di pasar keuangan,” ujar Lim.
Untuk mempromosikan hubungan ekonomi yang semakin kuat di bidang keuangan di Asia Timur, pasar juga harus memiliki informasi dan keterlibatan yang baik.
"Di sini peran sektor swasta sangat penting. Kami membutuhkan sektor swasta untuk memimpin dalam mempromosikan peningkatan investasi dan produktivitas. Kita perlu secara aktif terlibat dalam membangun sektor swasta di kawasan ini,” kata Lim.
Baca juga: Indonesia dukung program kerja sama Korsel-ASEAN
Baca juga: Menkeu dorong kapitalisasi kemajuan teknologi ekonomi inklusif
Pewarta: Yashinta Difa Pramudyani
Editor: Azizah Fitriyanti
Copyright © ANTARA 2019