Jakarta (ANTARA) - Berbekal 22 pemain tanpa dua pemain pilihan, pelatih Indra Sjafri menatap laga Piala AFF U-22 di Kamboja pada 2019 dengan pengaturan strategi skuad pada setiap babak pertandingan.
Walau harus merelakan Egy Maulana Vikri yang berada di klub Lechia Gdansk, Polandia, dan Saddil Ramdhani yang berada di klub Pahang FA Malaysia, Indra menyimpan optimisme terhadap permainan Andy Setyo Nugroho dan kawan-kawan.
Sebagai tim debutan, pelatih berdarah Minang itu meracik komposisi tim dan menitipkan kemenangan pada Nurhidayat Haji Haris, Bagas Adi Nugroho, Marinus Wanewar, Asnawi Mangkualam Bahar, Muhammad Lutfi Kamar Baharsyah, Osvaldo Ardiles Haay, Awan Setho, Satria Tama, dan para pemain lainnya.
Komposisi yang dimiliki Indra menjadi ramuan terbaik untuk mewujudkan ambisinya meraih gelar juara AFF kedua, di kelompok usia yang berbeda, setelah gelar Piala AFF U-19 pada 2013.
Lebih jauh, pelatih kepala itu bahkan punya kepercayaan kepada pemain termuda Witan Sulaiman untuk turut bermain walau tidak penuh 90 menit, kepada pemain cadangan Firza Andika, ataupun Gian Zola yang mampu berpasangan dengan Hanif Sjahbandi, Muhammad Rafi Syahril, ataupun Sani Rizki Fauzi.
Perjuangan tim nasional sepak bola U-22 Indonesia pada grup B juga tidak mudah sejak awal laga. Tim Garuda mencetak angka imbang 1-1 atas tim Myanmar pada laga petama grup B. Berikutnya kontra Malaysia, mereka memetik hasil imbang 2-2.
Kemenangan 2-0 atas tim tuan rumah Kamboja yang memimpin grup B sukses mengantarkan Indonesia pada semifinal. Indonesia pun harus menghadapi sesama tim debutan yaitu Vietnam yang memimpin grup A.
Gol Lutfhi pada menit ke-70 di gawang Vietnam membuka kesempatan Indonesia untuk meraih gelar juara dengan melawan tim bertahan Thailand pada partai final. Mimpi Indra Sjafri terwujud dengan kemenangan 2-1 atas tim Thailand asuhan Alexandreda da Gama Lima.
"Saya selalu memberikan kesejukan di tengah kepahitan," ujar Indra sebelum prosesi pennyerahan Piala Juara AFF U-22 di pinggir Stadion Nasional di Phnom Penh Kamboja pada Selasa (26/2) malam.
Meskipun pelatih berusia 56 tahun itu tidak melanjutkan pernyataannya, masyarakat Indonesia seakan langsung merujuk pada kasus pengaturan skor yang membelanggu Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI), termasuk penetapan Plt. Ketua Umum Djoko Driyono sebagai salah satu tersangka pengaturan skor oleh Kepolisian RI.
Tim Indra Sjafri dipuji
Sejumlah kalangan memuji dan menilai kepiawaian Indra untuk tetap menjaga fokus anak-anak asuhannya pada pertandingan sepak bola tingkat ASEAN itu serta tidak terpengauh dengan persoalan pada federasi sepak bola apalagi situasi politik nasional menjelang pemilihan anggota legislatif dan pemilihan presiden.
"Kita berdiri di atas kaki kita sendiri. Kita bisa asal mau. Hampir semua negara menghadirkan pelatih asing. Alhamduillah setelah 2013 juara Piala AFF U-19, sekarang juara U-22," ujar Indra yang merujuk pada empat tim ASEAN yang dibawah asuhan pelatih asing.
Empat tim itu adalah tim Thailand oleh pelatih Brazil Alexandre Gama, tim Kamboja oleh pelatih Argentina Felix Dalmas, tim Timor Leste oleh pelatih Jepang Norio Tsukitate, serta tim Myanmar oleh pelatih Bulgaria Velizar Popov.
Presiden Joko Widodo mengucapkan selamat dan menyampaikan kemenangan tim Indonesia dalam Piala AFF U-22 pada 2019 sebagai kekuatan harmoni.
"Para pemain Timnas U-22 berasal dari berbagai daerah, suku, dan agama. Di lapangan, perbedaan itu menjelma menjadi harmoni dan kekuatan yang menghasilkan gelar juara. Saya berharap kemenangan itu menjadi awal bagi kebangkitan dan kemajuan sepak bola Indonesia," ujar Presiden Jokowi dalam akun instragramnya.
Ucapan selamat juga disampaikan calon wakil presiden nomor urut 02 Sandiaga Uno kepada Timnas U-22 yang menyabet gelar juara di Kamboja. "Selamat dan luar biasa untuk Timnas Indonesia U-22 yang berhasil menjuarai turnamen tingkat ASEAN. Semoga keberhasilan mereka dapat menginspirasi timnas sepak bola senior untuk berprestasi dan menginspirasi anak muda Indonesia lainnya," kata Sandi.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD, dalam akun Twitternya, menyatakan kemenangan Timnas U-22 mampu menyejukkan bagai embun pagi. "Ini terasa sebagai embun pagi yang sangat menyejukkan di tengah panasnya PSSI karena di dalamnya ada setan-setan penyuap yang merusak tubuh dan membunuh prestasi PSSI," ujar Mahfud.
Pencapaian gelar juara itu bahkan membuahkan ganjaran bonus sebesar Rp200 juta untuk setiap pemain Timnas U-22 dari Presiden Joko Widodo.
"Menpora memberi bonus berapa? Masing-masing pemain Rp65 juta. Dari saya, masing-masing Rp200 juta," ujar Presiden yang juga menjanjikan bonus setara untuk pada tim pelatih serta tim pendukung, seperti dokter Timnas U-22.
Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi sebagai menteri terkait bahkan menyaksikkan langsung laga final Indonesia kontra Thailand di Kamboja untuk memberikan semangat kepada Osvaldo, Sani, Marinus dan kawan-kawan.
Menpora bahkan meminta kepelatihan Indra Sjafri menjadi contoh agar prestasi tim sepak bola nasional terus meningkat dalam berbagai kejuaraan internasional. "Pelatih harus diberi otoritas penuh seperti pelatih Indra Sjafri, diberi kepercayaan secara taktik ataupun pemilihan pemain," ujarnya merujuk pada peranan pelatih sebagai manajer tim.
Penyejuk PSSI dan politik nasional
Kemenpora meyakini prestasi Timnas U-22 pada Piala AFF 2019 itu mampu meredakan situasi politik nasional pada masa kampanye anggota legislatif dan pemilihan presiden pada April 2019.
"Prestasi Timnas U-22 menjadi bukti bahwa olahraga dapat menyatukan bangsa sebagaimana ketika Asian Games 2018. Hasil juara yang diraih tim sepak bola Indonesia mampu mengurangi kegaduhan politik nasional," ujar kata Sekretaris Kemenpora Gatot S. Dewa Broto.
Gatot mengatakan para pemain dalam tim U-16, U-19, U-22 masih menampilkan permainan terbaik mereka karena belum banyak menghadapi godaan dibanding para pemain senior. "Mereka masih atlet-atlet yang punya idealisme," katanya.
Sementara, sejumlah pengamat menilai keberhasilan Timnas U-22 menjadi momentum bagi PSSI untuk segera membenahi roda organisasi dengan menggelar Kongres Luar Biasa menyusul kekosongan sosok ketua umum yang menjadi pemimpin pengurus cabang sepak bola itu.
Pengamat Hukum Olahraga Kementerian Hukum dan HAM Eko Noer Kristiyanto mengatakan calon Ketua Umum PSSI harus punya rekam jejak yang bersih baik dalam persepakbolaan nasional ataupun dalam catatan kriminal.
Selain itu, calon Ketum PSSI harus punya integritas dan tidak memanfaatkan jabatan organisasi olahraga untuk menjadi pendukung dalam ambisi politik nasional.
"Seperti Edy Rahmayadi terbuktilah. Dia itu mantan ketua umum PSSI, tapi ternyata posisi itu sebagia modal untuk menyalonkan diri di Sumatera Utara. Jika tujuan utama di PSSI, ya, sudah, untuk apa jadi gubernur. Ternyata, tujuan besarnya adalah kepala daerah," ujar Eko.
PSSI, menurut Eko, hanyalah komunitas olahraga yang tidak dikendalikan langsung negara. Bahkan, Presiden pun sebenarnya tidak dapat ikut campur urusan organisasi sepak bola.
"Kalau dikatakan sepak bola di bawah kendali negara itu keliru. Negara itu hanya memfasilitasi saja, karena penguasanya atau kedaulatannya itu di komunitas. Jadi, bukan dibentuk negara atau pemerintah. PSSI ini membawahi kehormatan, identitas, jadi bukan diperintah negara," kata Eko.
Eko mengatakan peranan Ketua Umum PSSI sangat dibutuhkan walaupun Timnas U-22 mampu menjadi juara Piala AFF 2019 pada masa kekosongan pimpinan pada tubuh PSSI. "Akan menjadi keliru jika ketua enggak ada, Indonesia malah juara. Para pemain itu menjadi jago di lapangan karena hasil pembinaan organisasi juga," ujar Eko.
Pendapat senada disampaikan mantan anggota Komisi X DPR RI Deddy "Miing" Gumelar yang meminta posisi Ketua Umum PSSI bukan diduduki figur dengan rangkap jabatan.
"Ketua umum harus menguasai manajemen kepemimpinan yang baik dan tidak ada kaitan dengan kekuasaan politik manapun. Dia harus profesional dan tidak terafiliasi politik," ujar Miing.
Miing menambahkan pencapaian prestasi olahraga sepak bola merupakan wujud dari empat aspek yaitu sumber daya manusia seperti para pemain dan pelatih, infrastruktur latihan, kemudian pengurus organisasi, serta politik anggaran dari negara.
Terkait sejumlah nama yang muncul sebagai calon Ketua Umum PSSI seperti Ketua Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma`ruf Erick Tohir, Akademisi Hendri Satrio, Ketua Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar, hingga Kader PDI Perjuangan Basuki Tjahja Purnama, Miing menilai siapapun sosok calon ketua umum harus fokus pada sepak bola.
"Kongres Luar Biasa PSSI itu mendesak karena prestasi harus ditunjang organisasi yang kuat. Ketua PSSI semestinya tidak rangkap jabatan dan harus profesional," ujarnya.
Selepas memboyong Piala AFF 2019, Timnas U-22 tidak lantas berpuas dan berhenti berlatih. Mereka akan langsung mempersiapkan diri untuk mengikuti babak kualifikasi Piala AFC 2020 di Vietnam.
"Kami akan langsung berlatih pada Sabtu (2/3) sebagai persiapan kualifikasi Piala AFC di Vietnam. Jika lolos empat besar, kami akan menuju Olimpiade 2020," ujar Indra yang berencana memanggil tujuh pemain baru untuk seleksi skuat Garuda Muda.
Usaha dan kerja keras tanpa henti Timnas U-22 demi Indonesia itu layak menjadi panutan bukan hanya pada sepak bola, bidang olahraga nasional, melainkan segala bidang kehidupan di Indonesia, terutama politik.
PSSI sebagai induk organisasi semestinya bergerak cepat sebagaimana ditunjukkan Timnas U-22 yang langsung fokus pada Piala AFC setelah juara Piala AFF. Begitupula bagi semua tim kampanye calon presiden ataupun legislatif yang tidak hanya berorientasi pada kelompok melainkan bagi Indonesia secara menyeluruh. Bravo Timnas U-22!*
Baca juga: Periodisasi puncak performa, mantra penakluk AFF U-22 ala Indra Sjafri
Baca juga: Pengamat : tangan dingin Indra Sjafri bawa Timnas U-22 juara
Baca juga: Racikan Indra Sjafri dipuji
Pewarta: Imam Santoso
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019