Meulaboh, Aceh (ANTARA) - Peristiwa kebakaran hutan dan lahan (karhutla) terus terjadi hingga menghanguskan puluhan hektare lahan gambut kering di beberapa kabupaten/kota di Provinsi Aceh sepanjang tahun 2019.
Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA) mencatat sejak Januari - Februari 2019 ditemukan 41 kali bencana, kebakaran permukiman 21 kali, karhutla 12 kali, sisanya adalah bencana alam banjir dan longsor.
Setidaknya provinsi paling ujung barat Indonesia itu telah mengalami kerugian materil senilai Rp5 miliar. Salah satu daerah yang menyumbang bencana karhutla adalah Kabupaten Aceh Barat.
"Untuk data rekap bencana sementara tahun 2019 terdapat 41 kali kejadian bencana di Aceh dengan total kerugian mencapai kurang lebih Rp5 miliar," kata Kepala pelaksana BPBA H T Ahmad Dadek, SH dalam laporan tertulisnya.
Kabupaten Aceh Barat yang berada di wilayah pesisir barat selatan Aceh memiliki tingkat kerawanan kebakaran lahan gambut, sebab terdapat lahan rawa gambut yang begitu luas sehingga menjadi rawan terbakar saat cuaca panas.
Lahan gambut yang terbakar selama ini adalah lahan kosong, seperti di Suak Raya, Lapang dan Leuhan, Kecamatan Johan Pahlawan, hampir setiap memasuki musim kemarau atau cuaca panas terjadi kebakaran lahan gambut di lokasi tersebut.
Banyak tumbuh tanaman karet yang sudah tidak produktif, demikian halnya terdapat tanaman sawit muda, namun telah dipenuhi semak belukar sehingga sangat rentan terjadi kebakaran, apalagi bila ada pemilik lahan yang memang sengaja membakar.
Hal inilah yang terus menjadi dilema dalam penanganan karhutla, tidak sedikit warga/ petani yang sempat diamankan pihak kepolisian dan bahkan ada yang pernah ditetapkan sebagai tersangka karena perbuatannya mengundang bencana.
Data dihimpun selama 2017 jumlah total area lahan gambut terbakar di Aceh Barat mencapai 222,5 hektare, kemudian selama 2018 seluas 96,8 hektare, kemudian sepanjang 2019 seluas 10 hektere, lokasi titik api tersebar di beberapa lokasi.
Namun, hampir semua lokasi yang terdata mengalami kebakaran lahan gambut kering tersebut, setiap tahun terjadi pada area yang sama, kalau pun berbeda titik lokasi hanya terpaut beberapa kilometer.
Seperti Kecamatan Johan Pahlawan, Meureubo, Arongan dan Samatiga, keempat kecamatan di Aceh Barat ini sering terjadi kebakaran lahan gambut, dan sebagian besar ditemukan pada lokasi yang sama dalam satu wilayah administrasi desa.
Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah, mulai dari pencegahan, penegakan hukum hingga penanganan secara masif dampak karhutla, akan tetapi bencana tersebut tetap saja kembali terulang, tanpa mengenal musim.
Hampir setiap lokasi gambut yang terbakar, tidak tersedia sumber air, terkadang tim gabungan yang melakukan pemadaman terpaksa menenteng mesin pompa air hingga sampai ke lokasi, karena tidak bisa diterobos mobil pemadam kebakaran.
Salah satu faktornya adalah, pengelolaan lahan yang belum mempertimbangkan dampak lingkungan, apalagi lahan atau kebun sawit warga sipil yang tidak menyediakan kanal atau parit untuk dijadikan sumber air, apabila ada bencana.
Sebagaimana karhutla terakhir di Aceh Barat pada Jumat, 15 Februari 2019, terbakarnya lahan gambut di Desa Cot Seumeureung, Kecamatan Samatiga hingga menghanguskan 4,5 hektare pada satu titik lokasi.
Kapolres Aceh Barat AKBP Raden Bobby Aria Prakasa melalui Kapolsek Samatiga AKP Iswar, menyampaikan kesulitan pemadaman karena tidak tersedia sumber air, awal lahan terbakar hanya 2,8 hektere, kemudian terus meluas menjadi 4,5 hektare.
"Tidak ada sumber air di lokasi, mobil damkar juga tidak bisa mencapai titik kebakaran. Cukup panas sehingga secara pelan-pelan pakai papan kayu untuk mendekati titik api," ucapnya usai melakukan pemadaman bersama anggotanya.
Masyarakat yang memiliki tanah di lahan gambut selalu diingatkan untuk membuat sumur atau kanal yang bisa menampung air sehingga ketika terjadi kebakaran lahan terbantu dengan sumber air di sekitar lokasi.
Dalam beberapa hari terakhir, karhutla menghanguskan pula 10 hektare lahan gambut kering di dua lokasi wilayah Kabupaten Nagan Raya, Provinsi Aceh, upaya pencegahan dilakukan tim gabungan sehingga api berhasil dipadamkan.
Komandan Kodim (Dandim) 0116/ Nagan Raya, Korem 012/ Teuku Umar (TU), Provinsi Aceh Lekol Kav Nanak Yuliana, menyatakan lahan gambut yang terbakar, telah padam 80 persen berkat upaya keras prajurit TNI, Polri dan BPBD setempat.
"Personel gabungan melakukan pemadaman api dilokasi kebakaran lahan, dan api sudah dapat dipadamkan kurang lebih 80 persen, di mana dilokasi lahan masih mengeluarkan asap," ucapnya.
Karhutla yang melanda selama beberapa hari terakhir telah menghanguskan sekitar 10 hektare gambut kering, lokasi kebakaran pertama di Desa Gunong Reubo, Kecamatan Kuala seluas 4,7 hektare berhasil dipadamkan.
Kemudian, lokasi kebakaran lahan gambut di wilayah administrasi Desa Kuala Tadu, Kecamatan Tadu Raya dengan luas sekitar 5 hektare dilakukan pemadaman secara besar - besaran dengan melibatkan 200 personel gabungan.
Cara penanganan dengan pembuatan galian lubang atau parit dan pembersihan rumput dengan menggunakan alat berat Excavator/ bekcho. Untuk penanganan dilokasi kebakaran lahan sudah mencapai 100 persen tuntas.
Pemadaman api yang dilakukan oleh personiel gabungan sudah dihentikan sementara, namun personrl tetap disiagakan?dilokasi kebakaran lahan terdiri dari tiga orang dari Posramil Tadu Raya dan tiga orang dari BPBD.
Selain mengawasi lokasi karhutla, beberapa anggota yang ditugaskan terebut, juga memantau sekaligus melakukan patroli serta pengecekan alat berat yang masih berada dilokasi lahan tersebut.
Adapun yang terlibat selama penanganan karhutla yakni Dandim 0116/Nara, Letkol Kav Nanak Yuliana, Kasiops Rem 012/TU, Mayor Inf Sayono, Wadanyon 116/GS, Mayor Inf Agung DS, Kepala BPBD Nagan Raya, Hamidi.
Kemudian Danki B yonif 116/GS, sebanyak dua SST personil yonif 116/GS, satu SST personil dari Kodim 0116/Nagan Raya, satu SST personel dari Kompi Brimob Ujung Fatihah, petugas dari kantor Camat Tadu Raya dan masyarakat.
Masyarakat Peduli Api
Di tengah kondisi terbakarnya lahan gambut, tim Provinsi Aceh melakukan upaya pencegahan, salah satu yang dilakukan adalah membentuk relawan "Masyarakat Peduli Api" untuk mengoptimalkan upaya pencegahan karhutla.
Melalui upaya ini diharapkan dapat semakin meningkatkan peran masyarakat untuk mencegah kebakaran hutan dan lahan, ujar Kabid Perlindungan dan Konservasi Alam Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Aceh, M Daud.
Masyarakat peduli api merupakan mitra pemerintah yang terbentuk dari berbagai elemen yang tujuan utamanya adalah mengoptimalkan peran masing-masing dalam pengendalian karhutla.
Karena deteksi dini karhutla harus dilakukan oleh masyarakat yang berada paling dekat dengan lokasi kejadian, sehingga untuk tetap siaga dengan kondisi cuaca panas melanda pada siang hari.
Sekretatis Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Aceh Barat, Darmawan, menyampaikan di daerah setempat terdapat beberapa titik lokasi yang rawan karhutla dan selalu terjadi disaat cuaca panas.
Adapun beberapa desa yang dipetakan rawan karhutla yakni Desa Suak Raya, Lapang dan Leuhan, Kecamatan Johan Pahlawan, kemudian Desa Cot Seumereng dan Cot Mesjid Kecamatan Samatiga.
Selanjutnya Desa Ujong Tanoh Darat dan Peunaga Cut Ujong Kecamatan Meureubo, Desa Seunebok Teugoh Kecamatan Arongan lambalek dan Desa Suak Puntong Kecamatan Kuala Pesisir, Kabupaten Nagan Raya.
Menindaklanjuti Instruksi Presiden Republik Indonesia tentang Pencegahan dan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan, telah diterbitkan Keputusan Gubernur Aceh No. 360/86/2019 tanggal 25 Januari 2019 tentang Pembentukan Satuan Tugas Pencegahan dan Pengendalian Karhutla Provinsi Aceh.?
BPBA telah menyelenggarakan "workshop" pengendalian kebakaran hutan dan lahan untuk tahap pertama, mengingat karhutla telah terjadi 12 kali di awal tahun 2019, kegiatan ini melibatkan berbagai unsur dari beberapa kabupaten/ kota di Aceh.
Kegiatan berlangsung pada 27 Februari sampai 01 Maret 2019 di Hotel Oasis Banda Aceh, tahap pertama diikuti BPBD Kota Banda Aceh, BPBD Kabupaten Aceh Besar, BPBD Aceh Jaya, BPBD Pidie, BPBD Pidie Jaya, BPBD Kota Sabang.
Kemudian dari Kodam IM, Polda Aceh, Bappeda Aceh, Dinas Perhubungan Aceh, SAR Aceh dan instansi terkait lainnya dengan jumlah peserta sebanyak 50 orang dengan pemateri BPBA, BNPB, BMKG, Kodam IM, Polda Aceh dan DLHK Aceh.
Diharapkan melalui kegiatan workshop dapat lebih memahami kebijakan nasional tentang karhutla, serta memahami potensi kebakaran hutan dan lahan tahun 2019, partisipasi TNI dan masyarakat dalam karhutla, penegakan hukum dalam karhutla serta kebijakan Pemerintah Aceh dalam pengendalian karhutla.
Kepala pelaksana BPBA Ahmad Dadek, menyampaian, workshop tahap selanjutnya akan dilaksanakan di Meulaboh, pada 13 - 15 Maret 2019, untuk wilayah barat dan untuk wilayah tengah di Takengon yang akan dilaksanakan pada bulan Maret 2019.
"Betapa pentingnya dilakukan upaya - upaya pencegahan dan pengendalian karhutla karena telah menjadi isu nasional bahkan Internasional akibat dampak kerugian yang ditimbulkan dari kejadian tersebut," imbuhnya.
BPBA sangat "concern" melakukan upaya penguatan organisasi/ instansi untuk pencegahan dan pengendalian karhutla, salah satunya dengan pengalokasian dana pada 2019 untuk pengadaan sarana dan prasarana penanganan.
Sebab, pihak BPBA mencatat frekuensi kebakaran pemukiman masih tinggi di Aceh pada bulan Februari tahun 2019 ini, dari seluruh kejadian bencana yang berjumlah 41 kali kejadian, kebakaran pemukiman mendominasi sebanyak 21 kali kejadian.
Baca juga: BMKG: lima titik panas terpantau satelit di Aceh
Baca juga: DLHK Aceh bentuk masyarakat peduli api
Pewarta: Anwar
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2019