Washington (ANTARA News) - Amerika Serikat akan mengadili tersangka keempat pelaku teror yang ditahan di kamp tahanan Guantanamo, seorang warga negara Afghanistan yang berusia 17 tahun saat ia ditangkap di Kabul, demikian keterangan Pentagon, Jumat. Mohammed Jawad, yang kini berusia 22 tahun, akan diadili dengan tuntutan percobaan pembunuhan dalam pelanggaran terhadap peraturan perang dan secara sengaja mengakibatkan orang lain terluka karena ia diduga melemparkan granat ke satu kendaraan militer AS, sehingga melukai dua prajurit AS dan seorang penerjemah berwarganegaraan Afghanistan. Tuntutan itu diajukan Selasa ke "pihak berwenang" yang harus menyetujuinya bagi pengadilan militer yang bertugas mengadili tersangka dalam "perang melawan teror" yang ditahan di pangkalan Angkatan Laut AS di Teluk Guantanamo, Kuba. Jawad, yang dilahirkan dari keluarga Afghanistan di wilayah Pakistan, berkeras ia tak bersalah selama proses administratif pada 2004 dan 2005, dan mengatakan ia telah pergi ke Afghanistan setelah dijanjikan akan diberi pekerjaan dengan upah menarik untuk mengangkat ranjau darat. Namun perekrutnya membawah dia ke satu pasar di Kabul dan memberi dia satu granat, katanya. "Tak seorang pun meminta saya untuk melemparkan granat. Saya tak pernah melemparkan granat. Saya tak mengerti cara melemparkannya," kata Jawad, menurut catatan yang disiarkan tahun lalu. Jawad berkeras bahwa granat yang meledak itu dilemparkan oleh perekrutnya tapi personil polisi Afghanistan memaksa dia membuat pengakuan palsu. "Mereka menyiksa saya ... Mereka memukuli saya berkali-kali. Satu orang memberi tahu saya, `jika kamu tak mengaku, mereka akan membunuh kamu`. Jadi saya memberi tahu mereka apa saja yang mereka ingin dengar," katanya seperti dikutip AFP. Ditambahkannya, orang Amerika tak memperlakukan dia secara buruk. Sebanyak 330 tersangka dalam "perang melawan teror" kini ditahan di Guantanamo di satu kamp tahanan yang dibuat setelah Amerika Serikat menyeru Afghanistan segera setelah serangan 11 September 2001. Kebanyakan dari mereka tak pernah dituntut melakukan tindak pidana.(*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007