Ini hasil survei terbaru yang patut menjadi perhatian, karena sebelumnya, pendistribusian beras dari produsen ke pedagang pengecer hanya melalui agen, sekarang ditambah pedagang grosir

Palembang (ANTARA) - Mata rantai perdagangan beras di Provinsi Sumatera Selatan menjadi yang terpanjang di Indonesia berdasarkan survei Pola Distribusi 2018 Badan Pusat Statistik (BPS) setempat.

Kepala BPS Sumsel Endang Tri Wahyuningsih di Palembang, Sabtu, mengatakan, berdasarkan survei Poldis itu rantai perdagangan beras di Sumsel melibatkan empat rantai sehingga kenaikan harga beras dari produsen ke konsumen bisa sampai 28,58 persen.

Empat rantai itu terdiri atas produsen (penggilingan), agen, pedagang grosir dan pedagang eceran sebelum tiba di konsumen. "Ini hasil survei terbaru yang patut menjadi perhatian, karena sebelumnya, pendistribusian beras dari produsen ke pedagang pengecer hanya melalui agen, sekarang ditambah pedagang grosir," kata dia.

Endang menerangkan panjangnya mata rantai distribusi beras itu berdampak pada besaran margin perdagangan dan pengangkutan (MPP). Di mana, Sumsel juga tercatat menjadi provinsi yang memiliki MPP terbesar di Tanah Air untuk komoditas beras sebesar 28,58 persen, sementara Sulawesi Tenggara menjadi yang terendah.

Namun demikian, kata Endang, kenaikan MPP komoditas beras di Sumsel lebih berdasarkan stok beras yang ada di agen. Jika stok menurun, ini menunjukkan berkurangnya pasokan dari petani.

"Saat pasokan berkurang, maka pasokan beras ke pedagang eceran akan dikurangi pula agen sehingga akan terjadi kenaikan harga di pasar," kata dia.

Sementara di sisi lain, serapan Bulog terhadap petani tidak berjalan sesuai harapan karena Harga Pembelian Pemerintah (HPP) lebih rendah dari harga pasar.

Harga yang ditawarkan Bulog Rp8.030 per kilogram di Gudang Bulog, sedangkan petani menjual dengan harga Rp8.200 per kilogram dengan kualitas apa adanya.

Baca juga: BPS: Harga beras di penggilingan turun pada Februari 2019
Baca juga: Presiden cek harga beras di dua pasar

Pewarta: Dolly Rosana
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2019