Yangon (ANTARA News) - Junta militer Myanmar pada Jumat (12/10) mengatakan, mereka menyesalkan pernyataan Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) yang memberi peringatan keras atas penumpasan dengan kekerasan terhadap aksi unjuk rasa damai. Dalam reaksi pertamanya terhadap pernyataan DK PBB tersebut, Myanmar berikrar untuk bekerjasama dengan PBB dan menjanjikan akan meneruskan "peta jalan" sendiri demi reformasi yang demokratis. Namun, mereka tidak memberi komentar terhadap seruan PBB untuk pembebasan tahanan politik ataupun seruan agar rezim itu melakukan dialog dengan tokoh pro-demokrasi yang ditahan, Aung San Suu Kyi. "Myanmar menyesalkan pernyataan Ketua Dewan Keamanan PBB yang diumumkan pada 11 Oktober, karena situasi di Persatuan Myanmar tidak mengganggu perdamaian dan keamanan kawasan maupun internasional," lapor televisi pemerintah. "Menjaga hubungan baik dengan negara-negara di kawasan maupun di seluruh dunia, serta menawarkan kerjasama dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa, merupakan politik luar negeri Persatuan Myanmar," tambah laporan televisi itu. DK PBB, dalam aksi resmi bersama yang pertama setelah unjuk rasa pro-demokrasi dihancurkan pada bulan lalu, menyatakan "sangat menyayangkan" penindasan itu dan menyerukan pembebasan para tawanan politik. DK PBB juga meminta junta untuk "menciptakan suasana-suasana yang dibutuhkan untuk suatu dialog sungguh-sungguh" dengan Aung San Suu Kyi guna tercapainya perdamaian nasional. Sementara itu, Uni Eropa (UE) tampaknya telah siap memperkuat sanksi terhadap Myanmar pada pekan depan dengan mengajukan embargo kayu, batu permata dan logam-logam, sebagaimana usulan teks yang mereka setujui pada Jumat. "Mengingat kegentingan situasi saat ini dan demi solidaritas terhadap rakyat Burma/Myanmar, UE menganggap perlu untuk menambah tekanan langsung pada rezim tersebut lewat langkah yang lebih keras," menurut teks usulan yang dibaca oleh AFP. Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) yang dipimpin Aung San Suu Kyi, memenangi Pemilu pada 1990 tetapi tidak pernah diizinkan memerintah. Suu Kyi dalam 18 tahun terakhir hidupnya, menjalani 12 tahun di antaranya sebagai tahanan rumah. Dalam tanggapan kepada PBB, Jenderal-jenderal penguasa Myanmar mengatakan mereka dengan "teguh" akan melaksanakan tujuh-langkah peta jalan yang dijanjikan berakhir dengan Pemilu, meski negara-negara Barat menganggapnya sebagai pura-pura. NLD berterima kasih kepada Dewan Keamanan PBB dan mendesak rezim untuk mengindahkan hal tersebut. NLD juga menyebutkan bahwa "pemerintah bertanggung jawab untuk melaksanakan pengumuman ketua Dewan Keamanan PBB dengan secepat-cepatnya demi rekonsiliasi nasional." Awal pekan ini rezim tersebut menunjuk seorang jenderal moderat untuk mengadakan pembicaraan dengan Aung San Suu Kyi, tetapi tidak ada tanda-tanda kapan pertemuan itu akan berlangsung. Sekretaris Jenderal PBB, Ban Ki-Moon, akan mengirim utusan khususnya, Ibrahim Gambari, kembali ke kawasan itu pada akhir pekan sebagai persiapan untuk kunjungan ulang ke Yangon. Gambari terlebih dulu akan pergi ke Thailand, kemudian Malaysia, Indonesia, India, China dan Jepang, sebelum kembali ke Myanmar. Gedung Putih, melalui jurubicaranya, Tony Fratto, mengatakan Gambari sebaiknya mengabaikan kunjungan-kunjungan lain dan langsung kembali ke Yangon "karena kesewenang-wenangan yang terus berlanjut dari junta di Burma," ungkap Frantto, merujuk nama awal negara tersebut, demikian laporan AFP. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007