Sydney (ANTARA News) - Pada 1 Maret 2019, akan diselenggarakan Festival Mode Multibudaya Australia (Fashions of Multicultural Australia/FOMA) di Cutaway, Barangaroo, New South Wales, yang mana Indonesia akan menjadi salah satu peserta acara tersebut.

"Ini merupakan kompetisi yang sehat dan nyata antarnegara karena tiap negara, tiap desainer dapat menampilkan yang terbaik dari bangsanya tanpa melupakan keberagaman budayanya," kata FOMA Director Sonia Gandhi di Sydney, Australia, Selasa kepada rombongan wartawan Indonesia.

Dalam hal ini, mode menjadi salah satu alat untuk mempromosikan budaya Tanah Air kepada dunia internasional.

Dengan didukung oleh Departemen Luar Negeri dan Perdagangan, Yayasan Korea Australia, FOMA 2019 melibatkan setidaknya 15 desainer dari berbagai negara termasuk Indonesia.

Program FOMA 2019 menampilkan desain yang bekerja sama dengan Republik Korea di Australia, Kedutaan Besar Republik Islam Afghanistan, Kedutaan Besar Chili di Australia, Kedutaan Besar Federasi Rusia di Australia, Kedutaan Besar Kolombia di Australia, The Konsulat Jenderal India di Sydney, Konsulat Jenderal Indonesia di Sydney, Konsulat Jenderal Irlandia di Sydney, Konsulat Jenderal Pakistan di Sydney, Delegasi Umum Palestina ke Australia, Kedutaan Besar Republik Kiribati untuk Australia, dan Republik Filipina di Australia.

Adapun desainer yang terlibat dalam FOMA 2019 adalah Aida Guirguis, Anne McConnell, Anjilla Seddeqi, Carolina Giraldo, Colleen Tighe Johnson, Charlotte Smith, Denisse M Vera, Katya Komarova, Miranda Day, Naushad Ali, Poornima Sharma, Savira Lavinia, Tamara Laecock, Victoria Alonso, Alfia Galimova, Evgenia Lisichkina, Wendy Scully, Yoonkyung Jang, and Novita Yunus.

FOMA adalah inisiatif nasional pertama yang akan mengintegrasikan budaya dan menumbuhkan kohesi sosial melalui industri yang mengikat secara universal yaitu mode.

Diinisiasi oleh Gandhi Creations, FOMA menyediakan platform berkelanjutan untuk perancang mode internasional dan yang baru muncul dan kolaborasi dengan kedutaan besar asing.

Platform FOMA juga akan mempertemukan pemerintah, pelaku usaha, industri dan komunitas di dalam suatu acara sehingga terjadi berbagai interaksi yang akan berdampak positif termasuk menciptakan kerja sama bisnis dan mengembangkan industri fesyen serta diplomasi budaya antar bangsa.

Perancang Indonesia

Ada dua desainer Indonesia yang akan ikut tampil di FOMA, yakni Savira Lavinia dan Novita Yunus.

Perancang Savira Lavinia yang menggunakan brand Sav Lanin telah melakukan debut di Los Angeles, Amerika Serikat dalam Los Angeles Fashion Week 2017.

Perempuan yang lahir dan besar di Jakarta itu juga menampilkan maha karyanya untuk alam meramaikan Jakarta Fashion Week 2018.

Perancang Indonesia yang kedua adalah Novita Yunus yang memiliki merek Batik Chic. Perempuan kelahiran itu pernah meraih UNESCO Award of Excellence for Handicraft 2012.

Batik Chic karya desainer Novita Yunus sering kali tampil di berbagai kegiatan di luar negeri, salah satunya peragaan busana eco fashion dalam serangkaian pagelaran busana di beberapa kota di Italia pada 2017.

Batik Chic sebelumnya telah mengikuti expo yang diadakan Indonesia Trade Promotion Center (TPC) di Milan, Italia, selama dua tahun berturut-turut yaitu tahun 2012 dan 2013 lalu.

Batik Chic juga pernah tampil di Amazon India Fashion Week di New Delhi pada 2017.

Diplomasi fesyen

Mode menjadi suatu wadah untuk memperkenalkan budaya suatu bangsa terhadap bangsa lain.

FOMA, kata Sonia, membantu menumbuhkan kohesi sosial melalui diplomasi mode dan budaya sambil meningkatkan dan menghasilkan peluang perdagangan antar pihak dan negara.

"Saya melihat FOMA ini akan menyatukan banyak komunitas dan memupuk kohesi sosial karena butuh bertahun-tahun untuk menciptakan kohesi sosial sosial karena butuh bertahun-tahun untuk meruntuhkan stereotip tentang apa yang orang pikirkan tentang budaya lain," ujarnya.

FOMA itu menjadi ajang diplomasi budaya yang menjadi wadah bagi negara yang terlibat di dalamnya untuk memperkenalkan budaya dan keragaman melalui fesyen kepada negara lain dalam ajang bergengsi.

Selain itu, FOMA juga menjadi wadah bagi para desainer untuk mengenal pasar mode di Australia sehingga diharapkan dapat membantu mereka memasuki pasar Australia dengan menyajikan mode yang diterima di masyarakat setempat.

Lebih dari itu, dalam ajang FOMA, akan terbuka kesempatan yang luas bagi para perancang busana dan para pengunjung serta tamu undangan yang berasal dari pemerintah, industri dan masyarakat untuk dapat membangun kerja sama secara langsung.

Selain memperkenalkan budaya dan keragaman bangsa lewat fesyen, para perancang busana yang terlibat dalam FOMA 2019 juga dapat saling berbagi pengalaman dan belajar satu sama lain yang memperkaya pengetahuan dan wawasan bahkan ide atau inspirasi dalam menghasilkan karya terbaik mereka.

FOMA juga mendorong meningkatnya kesadaran bahwa fesyen menjadi alat dalam promosi budaya dan seni.

"Melalui acara ini, kami ingin kedutaan-kedutaan besar, masyarakat, komunitas-komunitas, dan emerging designers dapat bertemu dan berbincang dalam level yang sama," ujarnya.

Dia mengatakan FOMA 2019 akan menjadi peragaan busana kelas mewah karena menampilkan fesyen dan seni budaya dari berbagai negara.

Dalam festival fesyen itu, model yang memiliki disabilitas juga akan mengikuti peragaan busana sehingga FOMA juga mendorong inklusifitas.

"Saya melihat FOMA sebagai platform perdagangan bilateral besar yang akan digunakan orang untuk melakukan perdagangan antara budaya dan mode," ujarnya.*


Baca juga: Indonesia akan tampil dalam Festival Mode Multibudaya Australia

Pewarta: Martha Herlinawati S
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019