Sebanyak 25 negara mengambil pendekatan yang sangat lambat dan terukur

New York (ANTARA News) - Minyak berjangka naik sekitar dua persen pada akhir perdagangan Rabu (Kamis pagi WIB), setelah persediaan minyak mentah AS secara tak terduga anjlok dan Arab Saudi mengabaikankan komentar-komentar dari Presiden AS Donald Trump yang berusaha menjaga harga minyak agar tidak naik.

Stok minyak mentah AS turun 8,6 juta barel pada pekan yang berakhir 22 Februari dari minggu sebelumnya, berbeda dengan ekspektasi untuk kenaikan 2,8 juta barel, data Badan Informasi Energi AS (EIA) menunjukkan.

Penurunan, yang menghentikan kenaikan lima minggu berturut-turut, adalah karena impor minyak mentah melambat ke rekor terendah 2,6 juta barel per hari setelah pemotongan produksi OPEC dan sanksi-sanksi Amerika Serikat terhadap Venezuela.

Minyak mentah berjangka AS, West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman April naik 1,44 dolar AS atau 2,6 persen, merupakan persentase kenaikan harian terbesar dalam hampir empat minggu, menjadi menetap pada 56,94 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange.

Sementara itu, patokan global, minyak mentah Brent untuk pengiriman April naik 1,18 dolar AS atau 1,8 persen, menjadi ditutup pada 66,39 dolar AS per barel di London ICE Futures Exchange.

"Secara keseluruhan, ini adalah laporan yang sangat positif dengan permintaan yang lebih kuat, dan saya pikir Anda sudah melihat dampak dari pemotongan OPEC," kata Analis Price Futures Group, Phil Flynn, di Chicago, seperti dikutip Reuters.

Menteri Energi Saudi Khalid al-Falih mengatakan Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan mitra-mitranya sudah "santai saja" dalam menanggapi tweet dari Trump pada Senin (25/2), yang mengatakan kepada kelompok itu untuk "bersantai" pada pengurangan produksi.

"Sebanyak 25 negara mengambil pendekatan yang sangat lambat dan terukur," kata Falih di Riyadh ketika diminta untuk mengomentari tweet Trump, CNBC melaporkan. "Seperti paruh kedua tahun lalu membuktikan, kami tertarik pada stabilitas pasar pertama dan terpenting."

Harga minyak telah naik lebih dari 20 persen sepanjang tahun ini setelah OPEC dan sekutu produsen non-anggota sepakat untuk memangkas produksi selama enam bulan mulai Januari, guna menghindari penumpukan surplus global, terutama ketika produksi minyak mentah AS booming.

Falih mengatakan kelompok itu mungkin perlu memperpanjang perjanjian untuk mengekang produksi hingga akhir 2019.

Produksi minyak mentah AS telah mencapai rekor tertinggi selama dua minggu berturut-turut, mencapai 12,1 juta barel per hari pekan lalu, menurut data pemerintah.

Juga di Riyadh, Sekretaris Jenderal OPEC Mohammed Barkindo berkomentar bahwa mengelola pasokan dunia adalah sulit ketika dua anggota - Iran dan Venezuela - mendapat sanksi-sanksi dari Amerika Serikat.

Menteri Energi Rusia Alexander Novak juga mengatakan minggu ini bahwa pasar minyak dan volatilitas harga lebih kurang stabil, yang tidak disukai baik oleh produsen maupun konsumen, adalah rendah.

Baca juga: Harga emas jatuh, tertekan penguatan dolar

Baca juga: Defisit perdagangan AS dalam barang naik 12,8 persen pada Desember

Baca juga: Bursa Jerman melemah, Indeks DAX 30 berakhir turun 53,46 poin

Pewarta: Apep Suhendar
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2019