Jakarta (ANTARA) - Selain harus menjalani pengobatan seumur hidup, para penderita penyakit langka (rare disease) masih harus menghadapi sejumlah tantangan dalam hidup, salah satunya stigma negatif dari masyarakat.
Agus Sulistiyono, ayah Pinandito Abid Rospati (4) penderita Pompe Disease mengatakan orang-orang di sekitar tempat tinggalnya mengira penyakit Dito menular, sehingga khawatir untuk berdekatan dengan Dito.
"Mereka tanya penyakit Dito menular ya? Kenapa dirawat di rumah sakit terus-terusan?," ujar Agus di Jakarta, Rabu.
Hal serupa juga terjadi pada mendiang Rumman Andarra Hishani, pasien Glucose-Galactose Malabsorption Syndrome (GGM). Ibunda Rumman, dr. Suci Istiqa Mustafa menuturkan kalau orang-orang sekitar memandang sebelah mata putranya.
"Ada stigma kalau anak dibawa keluar, anak saya pakai selang di hidung. Semua mata memandang dan orang-orang bisik-bisik," kata Suci.
Selain stigma, obat untuk Dito yakni salah satu jenis orphan drug sulit didapat.
"Sekalipun ada, obatnya harus dipesan dari luar negeri dengan harga sangat mahal," kata dia.
Sementara itu Suci mengakui, kesulitan mendapatkan salah satu asupan yang dibutuhkan anaknya yakni susu khusus. Susu ini hanya diproduksi setahun dua kali dalam setahun.
Di sisi lain, Amin Mahmudah, ibunda Sukron dan Athiyatul Maula (2 tahun 4 bulan), penderita Gaucher Disease mengakui sulitnya penegakan diagnosa terhadap penyakit anak-anaknya. Karena terlambat terdiagnosa, Sukron meninggal di usia 2 tahun 5 bulan.
"Saat itu kami terlambat mendapati diagnosis karena keterbatasan akses tenaga kesehatan. Tapi, setelah melihat gejala penyakit yang serupa pada Athiya, kami langsung membawa Athiya ke dokter," tutur Amin yang tinggal di Jambi.
"Mulanya di Jambi, lalu kami pergi ke Padang, sampai akhirnya kami membawa hasil CT scan diagnosis dokter di sana ke RSCM," sambung dia.
Dalam kesempatan itu, dokter spesialis anak, nutrisi dan penyakit metabolik dari RSCM, Dr. dr. Damayanti Rusli Sjarif, SpA(K) mengungkapkan pasien baru mendapatkan diagnosa tepat rata-rata setelah melalui 8-11 dokter.
Menurut dia, penyakit langka murni merupakan penyakit genetik (80 persen) dan 20 persen karena faktor lingkungan.
Baca juga: Kenali empat penyakit langka di Indonesia
Baca juga: Cerita Joanna Alexandra sebagai duta penyakit langka
Baca juga: Ilmuwan temukan Zika tingkatkan risiko penyakit saraf yang langka
Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2019