Pontianak, 11/10 (ANTARA) - Parade yang diikuti sebanyak 150 meriam karbit milik 31 kelompok masyarakat di Pontianak pada Kamis (11/10) dicatat Museum Rekor Indonesia (MURI) sebagai parade meriam karbit terbanyak. Manager MURI, Paulus Pangka, di Pontianak, mengatakan bahwa permainan meriam karbit di Kota Pontianak hanya satu-satunya di Indonesia bahkan dunia, sehingga wajar untuk dicatatkan di MURI. "Parade meriam karbit tercatat sebagai rekor terbaru, karena jenis permainan ini belum ada yang tercatat di MURI. Kita patut berbangga dengan kekayaan budaya yang dimiliki oleh masyarakat untuk tetap dijaga kelestariannya," kata Paulus. Penggagas acara, Gusti Hersan Aslirosa mengatakan, ide mencatat permainan meriam karbit di MURI sebenarnya sudah lama diinginkan, tetapi baru tahun ini bisa dilaksanakan atas dukungan berbagai pihak. "Kita berharap permainan nenek moyang ini menjadi sejarah yang patut dihargai," katanya. Ia mengatakan, permainan itu berpotensi sebagai daya tarik untuk memancing minat wisatawan berkunjung ke Pontianak. Walikota Pontianak Buchary Abdurrachman mengatakan, meriam karbit digunakan untuk mengusir kuntilanak pada masa pemerintahan Sultan Pontianak, kemudian permainan itu dilanjutkan oleh penerusnya pada setiap menjelang puasa dan lebaran. Ia mengatakan, dalam kurun waktu lama permainan tersebut sempat memudar. Tetapi atas dukungan Pemerintah Kota Pontianak, saat ini setiap dua tahun sekali Festival Meriam Karbit dilaksanakan dengan tujuan agar permainan itu terus dijaga. Perwakilan peserta dari Ikatan Kekeluargaan Remaja Kuantan, Aan Rahmatika, menyatakan, untuk mengikuti kegiatan tersebut, panitia menyiapkan pakaian adat khas Melayu Pontianak agar dikenakan para peserta. "Masing-masing kelompok peserta juga mendapatkan bantuan dana senilai Rp200 ribu untuk melakukan persiapan," katanya. Namun, untuk membuat sebuah meriam dengan kualitas suara yang baik, tiap-tiap kelompok memerlukan dana jutaan rupiah. Tradisi membunyikan meriam karbit saat puasa hingga lebaran, telah berlangsung berpuluh tahun lamanya. Tradisi tersebut tidak pernah putus di masyarakat yang bermukim di pinggiran Sungai Kapuas. Dalam lima tahun terakhir, Pemerintah setempat membuat peraturan, meriam karbit hanya dapat dibunyikan pada saat tiga hari sebelum lebaran dan tiga hari setelah lebaran. (*)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007