Sebelum zamannya online, musim mahasiswa bisa 100 buku sehari, sekarang bisa berkurang sampai 50 persen

Jakarta (ANTARA News) - Penjualan buku bekas di Pasar Senen, Jakarta Pusat, terkena imbas dari perkembangan sektor e-commerce atau jual beli berbasis online, dengan penurunan omzet mencapai 50 persen dari kondisi sebelumnya.

Salah seorang pedagang Arif Situmorang, mengatakan masuknya sektor e-commerce di Indonesia yang menawarkan banyak kemudahan memberikan dampak terhadap turunnya penjualan dari toko miliknya.

"Sebelum zamannya online, musim mahasiswa bisa 100 buku sehari, sekarang bisa berkurang sampai 50 persen," ujar Arif kepada Antara di Jakarta, Rabu.

Menurut Arif, para pembeli kini cenderung memilih berbelanja menggunakan media e-commerce dikarenakan harga yang ditawarkan lebih murah dibandingkan berbelanja langsung di toko-toko permanen.

"Online menjatuhkan harga. Kadang pembeli berpatokan di online, jadi merusak harga pasaran," kata dia.

Dampak ramainya penjualan berbasis elektronik juga dirasakan Sinambela (48) dan Arwan (59). Sinambela menyebutkan adanya penjualan online menyebabkan penjualan turun lebih dari 50 persen.

"Dulu biasanya kalau hari biasa bisa jual 20 buku per hari. Sekarang tiga sampai lima buku saja sehari. Pembeli kita sepertinya enggak mau capek," ujar Sinambela.

Sementara itu, Arwan bahkan menyebut penurun penjualan akibat ramainya e-commerce mencapai 90 persen.

"Dulu sih sesepi-sepinya laku 10 buku sehari, sekarang dalam seminggu dua hari enggak laku sama sekali sudah biasa," kata Arwan.

Menjamah online

Meski begitu, Arwan juga mengikuti tren online dengan membuka akun di sejumlah e-commerce, seperti Bukalapak dan Tokopedia.

"Mau enggak mau harus diikuti (tren online). Mana tahu ada yang nyangkut," ujar dia.

Tidak hanya Arwan, Arif juga memiliki akun di Bukalapak, Tokopedia dan Shopee. Dia bahkan menyebut pembeli online lebih banyak dibanding offline. "Larinya ke online, 70 persen lebih banyak," kata dia.

Tak hanya buku bekas, Arif juga menjual buku baru yang dia dapat langsung dari penerbit atau agen di lapak online miliknya.

Meski penjualan secara online lebih laris, Arif masih berjualan secara offline karena ingin mempertahankan toko milik ayahnya yang telah mulai berjualan sejak 1981.

"Kalau saya di sini mulai 2010. Mempertahankan jualan di sini juga supaya langganan yang dulu bisa mampir ke sini," ujar Arif.

Deretan toko buku bekas Senen tak sepenuhnya tinggal pembeli. Mahasiswa Hubungan Internasional di salah satu Universitas di Jakarta, Ishac Sebtra (19) misalnya, masih setia bekunjung.

"Setiap semester baru ke sini beli buku karena lebih murah dari toko buku besar. Selisihnya bisa sampai Rp10.000, dan banyak buku yang tidak ada di toko buku besar ada di sni," kata Ischac.

"Saya juga lebih memilih beli buku offline soalnya saya kurang percaya dengan yang online-online," tambah dia.

Baca juga: Pedagang Buku Kwitang Tolak Relokasi ke Senen

Pewarta: Arindra Meodia dan Ahmad Wijaya
Editor: Subagyo
Copyright © ANTARA 2019