Jenewa (ANTARA News) - Parlemen sedunia, Rabu, menyetujui resolusi darurat yang menyerukan penghentian pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di Myanmar. Resolusi yang dikeluarkan oleh dewan Uni Parlemen Internasional (IPU) itu secara kuat menyebutkan mengenai penanganan aksi unjuk rasa damai di negeri yang terletak di Asia Tenggara itu, dan menyeru agar militer Myanmar untuk membebaskan seluruh pembuat undang-undang yang ditahan dan tahanan politik yang lain. Resolusi itu disetujui secara luas oleh 500 pembuat undang-undang dari seluruh dunia yang hadir di pertemuan itu, menurut jurubicara IPU Luisa Ballin. Sebelumnya, komite HAM IPU menunjukkan kepedulian atas 26 anggota parlemen yang ditahan di Myanmar, separuh diantara mereka ditangkap selama penanganan unjuk rasa oleh junta militer. Senator Filipina Aquilino Pimentel mengatakan sumber di dalam Myanmar berkata padanya pada Rabu bahwa tekanan di dalam negeri terus berlanjut. "Mereka memberitahu saya bahwa penekanan terus berlanjut bahkan di tengah malam," kata Pimentel, seorang anggota komite IPU yang bertugas mengawasi hak asasi anggota parlemen. Selama akhir pekan, media resmi di Myanmar memberitakan mengenai pembebasan lebih dari separuh dari 2.100 orang yang ditangkap dalam aksi unjuk rasa September lalu, namun rejim juga memperingatkan bahwa sedikitnya 1.000 orang dapat terancam hukuman penjara. Ikon pro-demokrasi Aung San Suu Kyi juga tetap berada dalam tahanan dan tidak diijinkan untuk memerintah sekalipun Liga Nasional untuk Demokrasi memenangkan pemilihan umum pada 1990. Komite IPU telah mengikuti perjuangan parlemen di Myanmar selama 17 tahun. "Setengah jumlah dari anggota parlemen saat ini ditahan terkait dengan penekanan pada aktivis dan unjuk rasa damai di Myanmar," kata Pimentel, yang juga merupakan mantan tahanan politik di Filipina. Presiden komite Sandra Carstairs, seorang senator Kanada, mengatakan bahwa politisi yang dipenjara menghadapi kondisi sulit, demikian AFP.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007